Ingatanku di Masa Dewasa


Akhirnya aku tamat SMA, dan melanjutkan kuliah di AMKI. Seperti yang kujelaskan sebelumnya, aku gagal dalam UAN 2008, akhirnya aku lulus melalui jalur Paket C. Aku menggunakan ijazahku itu untuk melanjutkan kuliah. Di AMKI, aku berteman dengan orang-orang dari berbagai macam agama. Aku mengenal Samsul, Rani, Nur, Bu Mira dll. Mereka adalah orang-orang muslim. Dan aku menjadi akrab dengan mereka karena mereka tidak seperti orang muslim yang kukela dulu sewaktu kecil. Kornelius Ricky teman SMA ku juga turut kuliah di sana. AMKI juga merupakan kampus yang baru didirikan. Lagi-lagi aku menjadi mahasiswa angkatan pertama di AMKI. Dan dalam proses pengembangan itu, beberapa orang yang kukenal seperti Pak Eko S. Hardiyanto, S.Kom., Frans Doni, S.Kom., menjadi dosenku. Aku juga kembali dipercaya dalam organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) AMKI sebagia Sekretaris. Namun karena kekurangan dana, hanya kegiatan-kegiatan internal saja yang dapat dilaksanakan. Selain itu, aku juga mendirikan Organisasi Ekstrakurikuler MAPALA (Mahasiswa Pencinta Alam) yang giat dalam aktivitas peduli alam dan lingkungan. Kami juga seringkali mengikuti lomba-lomba bersama organisasi pencinta alam di luar seperti TAGANA. Kami berhasil memenangkan lomba lintas alam sebagai juara dua. 

Aku bersama teman-teman yang kusebutkan tadi sering ngumpul di rumah-rumah mereka. Kadang kegiatan merujak, makan-makan, belajar bareng, situasli pertemanan yang sehat. Aku juga sering mengunjungi rumah Syamsul dan berkenalan dengan kedua orang tuanya. Aku cukup dekat dengan Syamsul dan bisa dibilang kami sudah menjadi sahabat. Syamsul bekerja di Bank Syariat Mandiir di Jalan MT. Haryono. Waktu itu, aku juga masih bekerja sebagai operator warnet di KlikNet Internet Lounge milik bang Adon. Suatu ketika, aku bertanya kepada Syamsul, apakah ada lowongan kerja di Bank yang menerima lulusan SMA. Lalu Syamsul kemudian mencari koran dan memperlihatkan lowongan kerja dari Bank Central Asia Pontianak. Selanjutnya, aku mengumpulkan syarat-syaratnya, melegalisir ijazahku, kemudian mengirimkan syarat-syarat tersebut ke alamat yang diminta di dalam info lowongan kerja itu. Aku juga lebih sering mengunjungi Gereja dan berdoa untuk memohon restu Tuhan. Yang kuingat dari doaku berupa harapan,"Ya Tuhan. Jika aku gagal, jangan biarkan aku menangis. Jika aku berhasil, hindarkanlah aku dari kesombongan.". Sekitar satu bulan kemudian, ada panggilan via telpon aku sedang bekerja di KlikNet. Ternyata itu panggilan dari BCA. Aku diminta untuk mengikuti test di Gedung Hotel Aston Ketapang. Serasa mimpi, aku melompat-lompat kegirangan. Aku bahagia dan aku mempersiapkan dengan sungguh-sungguh. 

Pengalaman yang sangat berkesan ketika aku melaksanakan test di Hotel Aston. Aku menjumpai beberapa peserta lainnya. Mereka ternyata lulusan dari berbagai macam Universitas dan sudah menyandang gelar S1. Aku sempat mengalami down karena sainganku dalam pekerjaan ini adalah lulusan Sarjana. Dua temanku yang sekelas denganku juga ikut melaksanakan test. Kami sama-sama deg-degan karena harus bersaing dengan para lulusan S1. Tapi dalam pendirianku teguh, aku sudah berusaha keras belajar bagaimana mengerjakan test. Aku juga yakin bahwa Tuhan akan menyertai doa-doaku. Aku memulai test dengan keyakinan penuh. Di tahap pertama aku berhasil melaluinya yaitu hitung cepat. Setelah itu ada test psikologi dan logika. Hingga pada test terakhir tersisihkan beberapa orang sehingga diperolehlah hasil test dengan menyisakan dua peserta yaitu aku dan Mariati. Selanjutnya kami diminta untuk berwawancara dengan para petinggi BCA Pontianak. Puji Tuhan!

Namun ada kesedihan dan hal yang berat kualami saat itu. Aku dihadapkan pada pilihan sulit. Aku membicarakan ini dengan Pak Eko S. Hardiyanto, S.Kom. tentang pekerjaanku yang baru ini. Karena selama ini nilai-nilai kuliahku di AMKI lumayan baik dan mungkin kebijakan kampus untuk tidak menyediakan hal khusus untuk aku yang baru saja diterima bekerja. Aku dihadapkan kepada dua pilihan, tetap lanjut kuliah dan mengundurkan diri dari pekerjaan di BCA, atau aku memilih bekerja di BCA dan berhenti kuliah. Aku kemudian berpikir sejenak dan bertanya dalam hatiku. Aku juga sudah meminta izin kepada orang tua tentang apa yang hendak aku lakukan. Akhirnya aku memutuskan untuk bekerja di BCA dan berhenti kuliah. Keputusan ini berat sesungguhnya, tetapi aku yang saat itu berpikir bahwa bisa bekerja di BCA itu merupakan kesempatan yang tidak dapat terulang dua kali. Aku juga berencana setelah menyelesaikan Magang Bhakti BCA, aku akan kembali melanjutkan kuliah.

Aku diantar bapak ke Pontianak dan sementara ngekost di wilayah Imam Bonjol, tidak jauh dari rumah masa kecilku dulu di Tanjung Harapan. Perimbangan kenapa aku kost di situ adalah karena kedua kakak sepupuku tinggal dan kuliah di sana. Sehingga kalau ada apa-apa, aku bisa meminta bantuan mereka. Aku menemui HRD untuk mengurus keberangkatanku ke KANWIL XI Balikpapan untuk melaksanakan trainning. Aku kemudian terbang menuju Balikpapan, inilah pengalaman pertamaku naik pesawat. Untuk orang yang baru naik kendaraan terbang ini, aku sangat gugup dan ketakutan. Aku sendiri takut ketinggian. Aku tidak bisa tidur sepanjang perjalanan menuju Balikpapan. Selain itu, aku harus melalui jalur transit dari Pontianak, Pangkalan Bun lalu kemudian ke Balikpapan. 

Balikpapan termasuk kota yang besar, di mana terdapat beberapa gedung-tinggi. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Kalimantan Timur. Aku menginap dengan seorang rekan Magang Bhakti BCA asal Makasar di sebuah Hotel yang tidak jauh dari tempat trainning selama beberapa hari. Ada sedikit cerita horror ketika menginap di hotel tersebut. Aku adalah tipe orang yang sedikit sensitif dengan kehadiran yang tak kasat mata. Aku kadang merasakan bahwa di ruangan hotel tersebut seperti ada yang mengawasi kami. Selain itu, hampir setiap hari kamar di atas kami menyeret kursi sepanjang malam sehingga sulit bagi kami untuk tidur. Terus kami ke resepsionis untuk komplain agar penghuni kamar di atas untuk tidak menyeret-nyeret kursi sepanjang malam karena mengganggu tidur kami. Akan tetapi resepsionis mengatakan bahwa kamar di atas kami tidak dihuni oleh seorangpun. Demikian setiap malam kami harus mendengarkan kursi yang diseret-seret tanpa henti dari tengah malam hingga subuh. 

Pelaksanaan trainning dimulai. Teman seangkatanku beraneka ragam, jumlah kami yang ditrainning juga banyak. Kami diajarkan untuk menghitung uang secara cepat dengan tangan, menggunakan sistem yang disediakan oleh BCA di komputer, mengoperasikan cara setor, tarik, transfer, kliring dll. dengan menggunakan sistem. Aku sangat kerasan di sana, karena pelatihannya sangat seru dan dilatih oleh instruktur yang handal. Beberapa hari berlalu, trainning selesai. Kami berfoto bersama kemudian pulang. Sayang sekali aku tidak menyimpan dokumentasi saat trainning di Balikpapan karena emailku sudah hilang. Aku kemudan kembali ke Pontianak dan bekerja di sana selama 3 bulan. Selama bekerja aku pernah beberapa kali sakit. Tetapi Supervisorku Bu Monica dan Ce Rini sangat perhatian padaku. Saat itu aku belum menerima gaji, aku terserang Tifus dan uangku sudah habis. Aku menceritakan masalah ini ke atasan-atasanku, mungkin karena belas kasih, Ce Rini memasakkan makanan dan membawakanku bekal. Sehari-hari, ce Rini adalah pimpinan yang tegas, tetapi ternyata sangat perhatian. Aku belajar bahwa tidak boleh memandang atau menilai orang dari perangainya sehari-hari, mungkin saja ada orang yang terlihat ramah, ternyata sebaliknya. Atau yang terlihat tegas dan cerewet, ternyata dia adalah orang yang baik. Setelah kembali normal, aku mendapatkan gaji dan aku mengucapkan terima kasih atas kebaikan Ce Rini. Setelah beberapa bulan bekerja, aku dihadapkan kepada beberapa pimpinan dan teman-teman baru. Ternyata, Ketapang akan membuka cabang BCA yang baru. Aku dan mereka semua dipersiapkan untuk menjadi pioner di Kota Ketapang. Mereka adalah Bu Henny Kusrini, pimpinanku. Lunardi Sumeiru, supervisor. Fina dan Gunawan, Back Officer. Aku dan Mariati, Teller. 

Bu Henny Kusrini adalah pemimpin yang sangat tegas. Kami seringkali dimarahi karena bekerja dengan lamban. Tetapi syukurlah Ko Lunardi selalu menolong kami. Akhirnya dari proses itu, aku mulai mahir dan semakin lancar dalam melayani nasabah. Moto kami adalah SMART (Sigap Menarik Antusias Ramah dan Teliti) sebagai cara kerja kami saat melayani nasabah di BCA. Jika kinerja kami baik, kami akan menjadi karyawan terbaik bulanan. Selain itu, setiap tahun kami juga mendapatkan bonus. Hanya saja, pekerjaan kami ini terbilang sangat berat dan menantang. Tidak hanya karena bekerja dari pagi hingga larut malam, kami seringkali menerima risiko mengganti uang karena terkadang ada nasabah menyetorkan uang palsu di antara uang-uang yang ada. Apalagi jika musim kampanye, semakin banyak uang palsu bertebaran, semakin banyak pula uang yang akan kami temukan. Jika ditemukan pada saat nasabah masih di depan mata, maka uang tersebut bisa diminta untuk ditukarkan. Akan tetapi, jika nasabah sudah pergi, uang sudah di tempat teller, teller yang memeriksa di akhir hari yang menemukan uang palsu tersebutlah yang akan menggantinya. Selain itu, aku juga pernah nombok satu juta rupiah karena salah posting dan nasabahnya tidak aku ketahui. Ada temanku yang bahkan nombok begitu banyak yaitu satu ikat pecahan lima puluh ribuan yaitu senilai lima puluh juta rupiah. Kejadian ini sangat membuat shock temanku itu, apalagi dia adalah teller yang baru saja ditugaskan di Ketapang. Sampai saat aku mengetik cerita ini, uang itu tidak pernah diketahui keberadaannya. Setelah itu, rekan saya tersebut mengundurkan diri. 

Di tahun ke dua, aku melanjutkan trainning valas (valuta asing) di Jakarta. Aku bersama rekan Edi Susanto, Leo Purba, Mariati berangkat menuju Jakarta. Aku dan Mariati transit dari Ketapang menuju Jakarta. Ini kali pertamanya aku mengunjungi Jakarta. Kota yang sangat besar, sumpek dan padat. Yang membuat aku agak kesal saat itu adalah ketika akan menuju ke tempat penginapan yaitu Grand Tropic, Supir Bluebird nya seperti memutar-mutar kami sementara argo tetap berjalan. Pak Supirnya sepertinya tau bahwa kami berasal dari luar Jawa dan memanfaatkan situasi ini. Aku melihat deretan orang-orang berjejer mengacungkan jari jempol di tengah jalan. Temanku berbisik, "Itu joki". Karena Jakarta memberlakukan sistem three in one. Joki digunakan untuk menolong supir menggunakan orang tersebut dalam menambah jumlah di dalam mobil lalu kita yang menggunakan jasanya membayar sesuai tarif yang mereka pasang. Aku cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala. Walau berputar-putar di jalan tol, akhirnya kami sampai juga di lokasi penginapan. 

Penginapan ini Grand Tropic. Kami tinggal di sebuah apartemen yang lengkap dengan fasilitas di dalamnya seperti dapur, meja makan, kamar tidur dan kamar mandi. Ada cerita horror lagi di tempat itu. Ketika kami tiba di lokasi, semuanya masuk ke apartemen masing-masing. Yang cewek dengan sesama cewek, kami yang cowok dengan sesama cowok. Waktu kami meletakkan barang di bawah, kami hendak duduk di meja makan. Tiba-tiba salah satu kursi di meja makan kami itu bergeser sendiri. Aku menggosokkan mata seolah tak percaya. Aku berkata kepada Edi dan Leo,"Apa kalian melihat itu?" Mereka mengangguk. "Sudahlah, mungkin kita sedang capek, ayo istirahat dan duduk sebentar," aku mengatakan ini supaya mereka tidak ketakutan. Meskipun disambut dengan hal horror, tetapi selama kami menginap, tidak terjadi hal-hal aneh lainnya.

 

 


 

BUKU DIARI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar