SMP Pangudi Luhur Santo Albertu Ketapang
Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar, aku kemudian disekolahkan di SMP Favorit di Ketapang yaitu SMP Pangudi Luhur Santo Albertus Ketapang (kemudian berubah menjadi SLTP PL St. Albertus). Gedung sekolah ini di depan masih lantai satu (sekarang sudah lantai dua) di bagian depan. Fasilitasnya sangat lengkap, ada lapangan bola, lapangan basket, lapangan volly, halaman upacaranya luas terletak di depan sekolah, dan di dalam juga halamannya luas. Kesan pertama kali, aku merasa sungguh nyaman bersekolah di sini.
Di masa ini, aku mulai kesulitan dalam penglihatan. Karena penglihatan menjadi kabur, ketika pertama kali menginjakkan kaki di sekolah. Pagi itu, aku sedang berada di Lantai Atas di Kelas XD. Ada seorang siswa yang memberitahuku bahwa dari jauh ada seorang guru yang melambai kepadaku. Aku menjadi bingung, karena mataku rabun aku tidak bisa melihatnya sama sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berada di atas loteng. Tiba-tiba, selang beberapa waktu, datang seorang guru yang tiba-tiba menempeleng kepalaku. Beliau adalah Pak AY. Soepardjo atau biasa dikenal sebagai Pak Ajok. "Kamu saya panggil-panggil tidak segera turun," kata beliau. "Maaf, pak. Mata saya rabun. Saya tidak bisa melihat anda dari kejauhan". Setelah aku berkata demikian, beliau pergi dari tempat itu.
Kornelius, anak dari Pak Ajok itu. Aku ternyata sekelas dengannya. Kami seringkali bertengkar dan menjadi rival di sekolah. Setiap kali bertemu seperti anjing dan kucing. Kadang bertengkar pada hal-hal yang sepele. Tidak ada asap, tidak ada api, selalu berbaku hantam. Kadangkala saling menghina nama orang tua, dan itu kadang membuatku gusar.
Sebuah pengalaman yang tidak pernah akan kulupakan di waktu pertama kali masuk SMP. Suatu ketika, kami berada di kelas pada pelajaran TIK yang diampu oleh Pak Yan. Lalu salah seorang teman kami, namanya Hendro, sedang menahan mulas di perutnya. Terjadilah kehebohan kecil di bangku bagian tengah di mana ada aku, Lilis, Thomas, Erico, memperhatikan teman kami itu. Ia mengatakan bahwa perutnya mengalami sakit, dan ingin ke belakang tetapi ia tidak berani. Satu per satu membujuk Hendro untuk segera ke Toilet. Tetapi tetap saja ia enggan untuk meminta izin ke Toilet. Sampai suatu ketika, ia sudah tidak tahan lagi lalu kemudian kami membujuknya sekali lagi untuk meminta ijin Pak Yan. Akhirnya ia berdiri dan meminta izin kepada Pak Yan untuk ke belakang. Memang, ia berhasil memberanikan diri untuk meminta izin ke toilet, tetapi terlambat. Kotorannya sudah terlanjur keluar dan berceceran di sepanjang lorong kelas XC dan XD hingga ke toilet.
Di sekolah, aku sangat menyukai pelajaran TIK. Akhirnya aku mulai mempelajari hal tersebut dengan penuh antusias. Waktu itu, kami masih menggunakan Intel Pentium 1 dan 2. Penyimpanan yang digunakan adalah Disket. Disket ini merupakan penyimpanan komputer yang berbentuk persegi dengan kapasitas penyimpanan yang sangat kecil sehingga hanya muat untuk file-file office. Sebelum memasuki pelajaran TIK, beliau mengajari kami tentang mesin tik. Kami diajari untuk mengetik menggunakan mesin tik dengan menekan jari-jari sedikit lebih kuat dari keyboard komputer. Untuk membuat tulisan menjadi rata tengah harus menghitung spasi tengah pada komputer.
Di masa SMP inilah aku berjumpa dengan teman-teman yang pintar. Aku berteman dengan mereka dan belajar dari mereka bagaimana cara belajar dan memperoleh prestasi. Aku ingat teman-teman yang cukup berjasa dalam studi di masa SMP ku, Thomas Melvin yang cerewet, Jessica Fransisca yang super pintar, Roland Adi Nugraha yang rendah hati, dan teman-teman lainnya. Semua orang-orang ini menginspirasi aku untuk meraih prestasi.
Selain itu, aku dekat seorang guru pelajaran IPS bernama Ignasius Agung Prambandana. Beliau selalu mendengarkan curhatanku serta memberikan berbagai macam masukan yang berarti. Karena aku adalah remaja yang labil, aku sangat butuh sekali masukan-masukan. Semua wejangan beliau sangat berarti bagiku. Beliau juga mempecayakan padaku proyek pembuatan pakaian serdadu untuk Tablo di SMP. Beliau juga mendukungku untuk ikut serta dalam lomba-lomba melukis tingkat sekolah, antarsekolah hingga kecamatan. Selain itu, aku juga dekat dengan ibu Sunarti, guru IPA. Aku memang menonjol dan menyukai pelajaran IPA sehingga aku pernah diikutsertakan dalam Olimpiade SMP, walaupun tidak menang tetapi aku sudah berusaha yang terbaik.
Ada ketertarikanku untuk masuk Katolik sehingga aku ikut serta dalam pelajaran katekumen. Aku benar-benar menyadari bahwa aku mendapatkan banyak pelajaran baru yang awalnya tidak kuketahui tentang Katolik. Salah satunya adalah bagaimana orang Katolik menghormati Bunda Maria lebih baik sebagai ibu dari semuanya. Bunda Maria adalah "mama" dari segala makhluk yang ada di dunia ini, sehingga kita sebagai anaknya harus mencintai dan mengasihi ibu Yesus Tuhan kita dengan selayaknya sama seperti Yesus yang mencintai ibu-Nya. Selain itu, aku diajarkan doa-doa wajib seperti Doa Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, Doa Tobat dan lain-lain.
Kemudian aku sering mengikuti rekoleksi yang diadakan oleh Bruder Kepala Sekolah. Aku ingat betul metode yang diajarkan adalah mencoba membayangkan bagaimana seandainya aku mati. Apa yang akan terjadi? Mulai dari bangun tidur, kemudian ke sekolah, lalu ditabrak sebuah mobil hingga meninggal dunia. Aku melihat diriku sendiri tergeletak, tetapi aku tidak bisa memegang tubuhku sendiri. Orang-orang membawaku ke rumah, dan aku mengikutinya. Dst. Selanjutnya, aku dari bayangan ini aku tersentuh, dan menangisi diriku sendiri. Mungkin aku bukan anak yang baik dan hebat bagi orang tuaku, tetapi orang tuaku, bagaimana pun kerasnya sangat mengasihiku. Aku dididik hingga sekarang karena mereka mengasihiku. Apa yang dapat kulakukan untuk orang tua dengan caraku ini sebagai seorang anak SMP? Aku terus menerus memikirkannya hingga aku membuka mata dari perenungan itu.
Selanjutnya, aku mencari nama Babtis. Ternyata cukup sulit bagiku untuk menemukan sosok pelindung dari nama babtisku. Aku sudah mencoba menyandingkan namaku, Albertus Fransesco, Petrus Fransesco, Yosef Fransesco, bahkan dengan jenaka aku sandingkan nama Yudas Fransesco, tetapi itu hanya candaan belaka. Masih dalam pencarian, tiba-tiba ada suara yang membisikiku, Alexander. Yang kucari dalam Puji Syukur tidak ada yang bernama Santo bernama Alexander, tetapi dekat tanggal lahirku (25 Juni) ada seorang Santo bernama Sirilus dari Alexandria, Uskup dan Pujangga. Aku teringat dengan nama bapakku Serilus. Tanpa berpikir panjang, aku kemudian memilih nama Alexander. (Setelah dalam perjalanan waktu, aku mencari nama Alexander ini di website, ternyata Santo Alexander berasal dari Yerusalem, seorang martir dan santo yang dihormati oleh Gereja Ortodox Timur dan Gereja Katolik Roma yang meninggal pada masa penganiayaan oleh Kaisar Decius). Aku tidak pernah menyesal memilih nama babtis Alexander. Sehingga pada tanggal 19 April 2003, aku dibabtis oleh Mgr. Blasius Pujaraharja, Pr di Gereja Katedral St. Gemma Galgani Ketapang.
Setelah dibabtis, kemudian diadakan pendaftaran krisma. Sekali lagi kami diajarkan kembali dasar-dasar iman yang lebih kompleks. Aku ingat sekali bahwa tujuan Sakramen Krisma ini saat dalam pelajaran adalah agar semakin kuat dan dewasa dalam iman. Setelah menerima pendidikan Krisma, pada 30 Juni 2004, aku dan semua teman-teman di SMP PL St. Albertus yang telah dibabtis menerimakan Sakramen Krisma di Gereja Katedral St. Gemma Galgani Ketapang (No. LC. II/196)
SMA USABA Santo Petrus Ketapang
Masa SMA adalah masa yang paling indah, kata orang-orang. Aku juga setuju masa-masa itu merupakan masa yang paling indah. Sebelum memutuskan untuk lanjut ke SMA, aku berpikir sejenak, apakah aku akan melanjutkan di SMA PL St. Yohanes atau tidak? Karena beberapa teman-temanku melanjutkan sekolah di SMA USABA St. Petrus Ketapang (saat ini SMA YPK St. Petrus Ketapang). Mereka adalah Elma Hani Yupriska, Krisantus Bavo, Listiana Padagi, dan lain-lain. Karena SMA USABA St. Petrus baru saja buka, aku berpikir pasti akan seru jika menjadi generasi pertama dari suatu sekolah. Aku kemudian memilih SMA USABA St. Petrus Ketapang.
Di SMA USABA St. Petrus Ketapang, aku tidak terlalu kesulitan untuk mengikut pelajaran terutama pelajaran Komputer. Kami yang bersekolah di SMP PL St. Albertus pada saat itu diminta pak Eko Hardiyanto, S.Kom. untuk membantu beliau menjadi asisten komputer. Banyak dari teman seangkatanku merupakan alumni dari sekolah-sekolah di kampung, sehingga tidak dibekali pengetahuan TIK. Akhirnya, aku dan beberapa teman mendirikan sebuah Club yang bernama Starcom Saint Peter Club yang merupakan anggota-anggota asisten TIK yang akan membantu Pak Eko di masing-masing kelas untuk mengajarkan teman-teman yang kurang paham pelajaran TIK. Waktu itu aku berada di kelas XA di mana seluruh siswa tergabung dari berbagai macam latar belakang dan asal sekolah. Selain itu, aku juga dipercaya untuk mengikuti OSIS, waktu itu pertama kalinya aku ditunjuk sebagai Bendahara OSIS, walau tidak memegang kas, tetapi tugasku adalah untuk mengajukan proposal kepada guru kesiswaan sehingga beliau nantilah yang membelikan berbagai macam kebutuhan kami para anggota OSIS. Aku juga ikut dalam perguruan Karate KKI di SMA, di mana sebelumnya aku berlatih karate di Kodim Ketapang dan berinisiatif membuka ekstrakurikuler (atas izin guru ekstrakurikuler) mendirikan Dojo Karate KKI di SMA. Aku bersama teman-teman membesarkan Dojo dan berhasil meraih sabuk biru (hingga tamat SMA). Tidak hanya itu, aku juga menjadi pemimpin seluruh pasukan dalam Pramuka meskipun badanku pendek, tetapi rasa percaya diriku sangat besar dan aku tidak pernah terganggu oleh itu.
Dalam kisah percintaan, aku termasuk orang yang kurang berhasil. Aku adalah remaja normal pada umumnya. Aku menyukai gadis, dan mungkin sedikit dingin. Di masa SMA aku selalu mengejar prestasi. Ya, sejak kelas X, aku selalu mendapatkan ranking 1 bahkan pernah menjadi juara umum 1 di SMA Usaba St. Petrus. Aku juga adalah tipe orang yang jahil karena aku senang demikian. Aku penuh energi, semangat dan kadang atau bahkan sering terlarut dalam kesedihan saat mengalami patah hati atau putus cinta. Tetapi aku selalu beruang untuk bangkit dan kembali ceria seperti sedia kala. Bagiku, tidak mudah untuk melupakan orang yang menyakitiku. Yang aku lakukan hanya mencoba melupakan, tidak mengingat-ngingat dan berjalan kembali memulai lembaran baru seolah lembaran lama tidak pernah ada.
Aku juga senang berteman dengan adik-adik kelas, sebab mereka ramah dan mudah diajak ngobrol serta mau belajar. Alhasil, aku terkenal di kalangan adik-adik kelas sebagai kakak kelas yang ramah. Meskipun demikian, dalam berbagai hal, aku termasuk orang yang tegas sehingga mereka bersedia menjadi rekan seperjalananku dalam organisasi dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Aku juga pernah bermain dengan temanku yang tinggal di sekitaran somil milik Susteran OSA. Jadi di rumah itu, aku berjumpa dengan Mery Salfinus dkk. untuk sekedar bermain dan kebetulan om saya, Adrianus Abu, merupakan karyawan somil dan arsitek suster OSA. Karena itu, aku leluasa bermain-main di komplek Susteran karena mereka para suster tahu, bahwa aku adalah ponakannya Om Abu. Aku juga sempat berpacaran dengan anak asrama dan juga karyawan cuci di tempat suster.
Lika-liku kehidupan normalku sebagai seorang remaja puber semakin memuncak ketika aku mulai memberontak dari orang tua. Aku malas tinggal di rumah dan lebih menyukai dunia malam. Aku bersama-sama teman mengitari kota Ketapang, kadang balapan di jalan lingkar, berteman dengan preman-preman Saunan dan orang-orang sundal. Namun sesungguhnya, mereka adalah orang-orang baik yang terpaksa berbuat demikian karena keadaannya. Meskipun aku pernah terjun di dunia hitam ini, beberapa dari mereka melindungiku dan aku selalu terbebas dari pergaulan-pergaulan bebas yang mengancam masa depanku. Di sini, aku menyadari bahwa Tuhan masih begitu baik padaku sehingga mengirimkan utusan-Nya dalam bentuk orang lain yang mencoba melindungiku.
Aku punya seorang sahabat bernama Hendra Jaka Gunawan. Dia ini tinggal tidak jauh dari rumahku. Pada suatu hari, Aku, Krisantus Bavo Denggol dan Hendra pergi ke gawai acara temanku. Di situ aku minum terlalu banyak sehingga aku harus dibopong mereka ke rumah karena mabuk berat. Aku dibopong mereka dengan menggunakan sepeda hingga ke rumah. Syukurlah mamak tidak marah dan aku dibiarkan tidur. Selain itu, tentang Hendra ini juga, aku menjadi salah satu saksi kisah cintanya dengan istrinya saat ini, Desi Nabela. Dia adalah siswi SMP St. Agustinus, anak buah pak Yan Sukanda. Lalu melanjutkan kuliah ke SMA PL Yohanes. Sementara Hendra sekolah di SMKN 1 jurusan Akuntansi di Seberang. Hendra begitu tergila-gila dan selalu berhasil dengan pacarnya itu. Sementara aku, selalu gagal dan gagal, kalau tidak diputuskan, ya kadang selalu diduakan. Dinamika kisah cintaku terlalu buruk untuk dituliskan. Namun sepertinya, Tuhan sudah menyediakan rencana yang indah melalui hal buruk yang telah aku lewati.
Tahun 2007, aku masuk paduan suara AMBA. AMBA ini didirikan oleh Pak Yan Sukanda dan teman-teman di masanya sebagai paduan suara gabungan anak-anak kampung yang sekolah di Kota Ketapang sejak tahun 1995. Beliau tinggal dengan istrinya, Tante Theresia dan anak perempuannya. Beliau adalah pelatih yang sangat disiplin, meskipun demikian beliau selalu hangat dan disegani oleh kami semua. Aku yang awalnya tidak tahu sama sekali notasi, berkat beliau aku bisa menyanyi dengan hanya melihat notasi angka pada teks. Beliau juga guru seni di SMP St. Agustinus Ketapang yang sangat dikasihi oleh para siswanya. Sampai suatu ketika, om Yan ini menawarkan pekerjaan padaku ketika Keuskupan membuka usaha Warnet (Warung internet) dan membutuhkan operator. Aku dan Hendra adalah karyawan pertamanya. Namun tidak berjalan lama, warnet tutup karena orang mulai menggunakan handphone 3G yang sudah menyediakan internet di genggaman tangan sehingga warnet tidak lalu lagi. Bahkan wartel (warung telepon) milik Keuskupan lebih dahulu tutup karena tidak ada lagi orang yang menggunakannya. Tetapi kami berdua dan seorang teman lainnya, Yohanes Wangge dipekerjakan di tempat lain setelahnya, warnet milik bang Adon (Frans Doni) dan Bang Marianus, saudara dari Bang Adon.
Aku juga sering mengunjungi Pastoran. Aku berkenalan dengan Romo Matius Yuli yang galak. Romo Istedja yang ramah. Bapa Uskup Mgr. Blasius Pudjarahardjo yang ramah yang selalu menerima saya di Unio Keuskupan. Ada juga Kek Lantum yang sejak lama melayani Keuskupan Ketapang. Romo John yang sering menjemur rempah-rempah di samping Gereja dan di sepanjang jalan parkiran mobil Keuskupan. Aku dulu sering sekali bermain di belakang gedung bekas tempat tinggal teman-teman Koster dan mengitari bagian belakangnya. Di belakang gedung tua itu adalah rumah dari Pak Sunarto, guru SD-ku dan guru matematika di SMA.
Dalam suatu perjumpaan, aku bercengkerama dengan beberapa Romo di Pastoran, salah satunya Romo Matheus Yuli. Saat aku SMA, aku OMK dan beliau adalah Pastor Parokiku. Beliau punya nada suara yang keras, sehingga kadang-kadang aku segan untuk dekat-dekat dengan beliau.Di Keuskupan ada Kak Yustin, kak Kimpin, Pak Paulus, Pak Logen yang selalu bekerja dengan tulus sebagai pegawai Keuskupan. Teman-temanku yang satu sekolah denganku saat itu Matius Gentri, Yohanes Budin, dan Aspianto. Aku dekat sekali dengan mereka bertiga. Bahkan aku pernah menginap di tempat mereka dan membantu sebagai koster.
Saat OMK, aku dipimpin oleh Bang Gregorius Datal. OMK St. Gemma Galgani sangat kompak dan aktif dalam kegiatan menggereja saat itu. Kami sempat berlatih di di gedung yang saat ini didirikan menara, sewaktu Gereja Katedral belum dipugar. Setiap kali sebelum EKM (Ekaristi Kaum Muda), aku dan teman-teman mempersiapkan diri untuk bernyanyi, ada yang memang jago bermain drum, gitar, keyboard. Sementara aku tergabung dalam paduan suara. Kalau diingat-ingat kembali, sangat seru kegiatan-kegiatan OMK di masa SMA dulu. Lalu AMBA, paduan suara yang kugeluti merupakan paduan suara yang paling aktif. AMBA selalu mendapatkan tugas-tugas besar seperti Natal dan Paskah. Itu juga memicu semangat pelayanan di Gereja berkat bantuan teman-teman dan om Yan yang melatih kami.
Aku ingat sekali ketika masih OMK dulu, solidaritas kami sangat kuat. Ketika berjaga saat tahun baru, kami benar-benar tidur di pelataran Gereja untuk mencegah orang-orang di luar untuk masuk. Karena pernah ada pengalaman bahwa ketika tahun baru di waktu sebelumnya, sound system dan peralatan-peralatan di Gereja hilang karena dicuri orang. OMK Santa Gemma menjadi garda terdepan untuk menjaga Gereja. Aku terkadang juga bertanya-tanya, kenapa OMK selalu menjadi petugas parkir setiap kali ada misa atau gawai lainnya? Tetapi setelah kurenungi kemnbali, memang idealnya OMK yang memiliki stamina lebih besar, lebih banyak, lebih kuat harus mengemban tugas ini. Tidak mungkin orang-orang tua atau orang manula ditugaskan untuk ini. Selain itu, bisa membantu umat untuk menata kendaraan dengan baik juga merupakan pelayanan. Mungkin banyak dari teman-teman bersungut-sungut atas tugas ini, tetapi aku merenungkan bahwa tugas ini merupakan suatu pelayanan yang membutuhkan kesabaran, keiklasan, kerendahhatian dan kasih. Tugas-tugas berat yang diemban OMK menjadikan mental orang muda semakin berkembang. Aku sendiri telah merasakannya.Aku teringat ketika natal telah tiba, aku mengunjungi biara susteran bersama teman-teman. Natal adalah suatu kerinduan. Mengunjungi tetangga menjadi suatu hal-hal yang dinantikan anak-anak seusiaku. Setiap rumah selalu ada bakso, kue-kue, dan semua yang bisa dicicipi. Lebih-lebih nilai perhatian dan kehadiran untuk merasakan bersama-sama Sang Penebus telah lahir bagi kita. Tentu saja, di Gereja aku tidak lupa untuk melayani bersama-sama teman-teman AMBA, menjadi petugas paduan suara di Gereja. Menjadi petugas paduan suara tidak serta merta mendapat tepuk tangan karena telah bernyanyi dengan baik, tetapi mempersembahkan talenta kepada Tuhan yang sejak semula telah memberikannya. Apa yang kudapatkan, awalnya aku tidak memilikinya. Aku tidak dapat bernyanyi, tetapi dalam suatu latihan, apa yang kusebut kemustahilan ternyata menjadi suatu hal yang mungkin terjadi. Aku meyakini, sesungguhnya setiap orang diberikan talenta beraneka macam. Maka tugas kita mencari cara bagaimana talenta itu dapat berkembang. Menurut pengalamanku, orang pasti akan berkembang asal dia tekun dan mau berusaha, atas penyertaan Tuhan, semua akan berkembang.
Kejadian di SMA yang sangat tidak aku lupakan adalah ketika Ujian Akhir Nasional 2008 untuk pertama kalinya. Ujian Akhir Nasional ini merupakan program pemerintah untuk melaksanakan ujian akhir serentak di seluruh Indonesia. Aku ingat sekali bahwa standart kelulusan saat itu 4,26. Mata pelajaran yang diujiankan adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan tiga mata pelajaran sesuai jurusan. Aku adalah siswa dari jurusan IPA. Program ini merupakan uji coba di mana kami mengerjakan soal, yang dahulu biasanya kami kerjakan dengan menyilang jawaban, tetapi kali ini kami melingkari soal jawaban dalam kertas. Cara membulatkannya juga harus benar. Di lembar jawaban ada nomor jawaban dari 1-60, kemudian setiap nomor ada huruf a,b,c,d dan e masing-masing dalam lingkaran. Jawaban dikerjakan dengan pensil 2B dan tidak boleh keluar dari lingkaran. Ini merupakan kesulitan bagiku karena beberapa jawaban selalu keluar dari lingkaran meskipun aku sudah menggunakan penggaris untuk melingkarnya. Aku merasa bahwa ujian tersebut tidaklah terlalu sulit sehingga dengan yakin, seyakin-yakinnya, bahwa hasilnya akan baik.
Ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan, pada saat pengumuman kelulusan, aku memperoleh amplop. Dengan sukacita aku membuka isinya, tetapi sebelum aku, sudah ada teman-teman yang membuka, salah satunya Mutiara Dini,"Aaaa.. Aku tak lulus!" Lalu beberapa teman lainnya juga menangis ketika membuka amplopnya. Aku sendiri menjadi panik, dan dengan gemetar aku buka dan benar firasat burukku. Aku juga dinyatakan "Tidak Lulus". Aku terpaku sejenak, dan melihatkan hasil surat itu ke bapakku. Aku kira bapak akan marah, tetapi ia malah berkata,"Sudah, tidak apa-apa. Nanti ikut paket C saja." Seolah hasil seperti ini sudah diketahui oleh bapak. Hanya saja, aku menjadi depresi. Aku menjadi sangat pendiam. Aku merasa gagal dan malu. Bahkan celakanya, saat itu aku berpacaran dengan seorang adik kelas, Resti Lili Marleni, aku tinggalkan tanpa kabar karena depresi hasil ujian tersebut. Aku bahkan tidak pernah menghubunginya lagi. Sampai di rumah, aku tidak mau keluar ke manapun, tidak mau makan, tidak mau berjumpa siapapun.
Suatu ketika, ada kesempatan untuk mengikuti Ujian Paket C. Beberapa teman dekatku, seperti Krisantus Bavo Denggol, Elma Haniyu Priska, Mutiara Dini dll. mengikuti ujian paket C tersebut. Aku berjumpa dengan mereka dan saling menguatkan. Kami pasrah dengan hasil ujian. Walau perlu berhari-hari untuk kembali pulih dari depresi, aku mengerjakan ujian tersebut. Bahkan itupun dibantu oleh instruktur ujian paket C dari Dinas Pendidikan waktu itu. "Dengan mengikuti ujian ini, kalian sudah pasti lulus," kata instrukturnya. Aku pulang dengan lesu karena pendidikan Indonesia saat itu yang kuanggap hancur. Kalau melihat pemberitaan, hampir di setiap penjuru Indonesia, angka ketidaklulusan meluap seperti air bah. Banyak siswa-siswi yang bunuh diri karena merasa depresi. Aku berhasil survive, karena Tuhan menyelamatkan aku ketika aku datang ke Gereja sendirian, masuk diam-diam dan menangis sendiri di sana. Aku berkali-kali menyalahkan Tuhan. Rasanya tidak adil jika dosa-dosaku ditukar dengan nasib malang. Aku sangat rentan sebagai seorang pemuda, yang kutahu hanya menyalahkan apa yang bisa kusalahkan tanpa melihat diriku sendiri. Namun, Tuhan meluluhkan hatiku sehingga aku yang awalnya enggan mau ke Gereja lagi. Dan akhirnya aku kembali mendengarkan sabda Tuhan dan memohon ampun dalam kesempatan pengakuan dosa. Setelah beberapa bulan, ijazah paket C keluar. Aku kemudian melanjutkan kuliah di AMKI (Akademi Manajemn Komputer dan Informatika) Ketapang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar