17 Desember 2008
AMBA yang sudah eksis harus dihargai paling tidak dalam hal calling name supaya dapat dikenal oleh banyak orang. Hanya saja ada-ada juga orang yang berusaha menggunakan bantuan anak-anak AMBA tanpa menggunakan nama organisasi AMBA sendiri. Ini merupakan sebuah ketersinggungan yang tidak kecil bagi pelatih dan anggota. Dan ini tidak hanya terjadi sekali saja, melainkan berkali-kali telah terjadi.
Untuk mencari anggota AMBA sendiri saja susah serta pasokan kas AMBA juga sulit untuk mengisi inventory setiap kali latihan. Dana latihan saja masih menggunakan biaya mandiri dari anggota. Dan mengapa masih juga menggunakan anggota AMBA untuk membantu? Paling tidak nama AMBA harus disebutkan, atau karena mayoritas anggota AMBA yang ikut membantu, uang dari hasil tugas sebagian bisa masuk ke kas AMBA bukan? Tapi sama sekali tidak digubris entah itu untuk tujuan pribadi atau ada tujuan lainnya?
Om Yan juga mengatakan, mungkin kepemimpinan AMBA angkatan 12 ini kurang menarik. Sehingga mungkin saja ada anggota yang jenuh dan ingin bergabung dengan kelompok lain. Ini ditegaskan Om Yansen kepada Wakil Ketua AMBA angkatan 12, Edo. Ini merupakan kajian yang benar-benar serius bagi pengurus AMBA dan anggotanya.
Permasalahannya begini, ada salah anggota AMBA yang sepertinya agak kurang bersahabat dan ingin membentuk kelompok koor lain. Ini kelihatan dari tingkah lakunya yang mungkin agak mencari perhatian dengan anggota AMBA lainnya. Namun ini baru sekedar perasaan kurang enak saja dari beberapa anggota AMBA yang notabene agak aneh pada salah satu anggota AMBA ini. Kita beri nama Mr. X aja yach. Kelihatannya juga Mr. X ini memanfaatkan kehadirannya untuk suatu ketika menyedot beberapa anggota AMBA untuk menjadi bagian koor lain yang diperkirakan ingin membentuk koor selain AMBA. Dan beberapa kali dia bertugas, padahal mayoritas anggota AMBA, namun tidak mau menyebutkan kalau yang bernyanyi itu adalah AMBA paling tidak salah satu diantaranya adalah anggota dari koor AMBA. Apa susahnya kira-kira menyebutkan nama "AMBA" saja?
Permasalahan selanjutnya adalah dalam merekrut anggota AMBA untuk membantu koor tidak melalui ijin atau persetujuan dari sang Pelatih atau minimal dari sang Ketua atau para senior. Kalau dihubungkan dalam etika ini merupakan ketidaksopanan. Seolah-olah anggota AMBA adalah orang panggilan kalau dikatakan bahasa kasarnya. Mengapa? Karena anggota AMBA walaupun kelihatan tidak sibuk, mereka juga memiliki kepentingan di luar kegiatan tersebut. Mr. X tidak memperhitungkan itu. Yang lebih parahnya, teks yang digunakan itu notabene pernah dilatih melalui AMBA, dan tanpa latihan di AMBA, teks lagu tersebut tidak bakal tuntas.
Pelatih kita yang biasa dipanggil Om Yansen ini juga mengatakan bahwa beliau juga tidak ada maksud untuk menjatuhkan koor Mr. X tersebut. Karena melihat pengalaman sudah dua kali beliau mengalami hal ini dan lagi-lagi anggota AMBA yang direkrutnya plus tanpa izin dari pengurus serta pelatih AMBA. Orang yang meminta bantuan untuk bernyanyi juga sering tidak menyebutkan nama "AMBA" saat tugas koor selesai, padahal mayoritas anggota AMBA yang menyanyi minimal ucapkan "Terima kasih kepada koor xxx, AMBA, dan xxx telah menyumbangkan suaranya demi kelancaran acara ini". Apa susahnya sich? Secara tak langsung saya juga merasa tersinggung. Karena AMBA sekarang tidak pernah diperkenalkan lagi oleh imam jika selesai misa. Terakhir dulu waktu Pasca saya mendengar nama "AMBA" disebut oleh Pr. Yuli, dan setelah itu pastor-pastor lain tidak menyebutkan lagi. Bukan untuk mencari nama dan kebanggan serta tinggi hati. Karena jika tak disebutkan kepada Umat-umat AMBA tidak akan populer. Bagaimana kami bisa mencari anggota jika orang-orang tidak mengenal AMBA. Itu juga salah satu alasan mengapa paling tidak nama "AMBA" harus disebutkan. Om Yan juga mengatakan kepada beberapa anggota seperti Eti, Barnabas dan Fiman, bahwa jika mereka masih bergabung dalam anggota koor Mr. X tersebut, lebih baik keluar dari AMBA dan membentuk koor baru. Om Yan sungguh-sungguh sangat tersinggung karena ulah Mr. X tersebut dan saya juga merasa bersalah karena saya juga ikut bagian dalam koor Mr. X tersebut. Sesungguhnya itu ketidaktahuan dari saya karena Mr. X mengatakan bahwa koor tersebut adalah campuran dari AMBA. Setelah mendengar ceramah Om Yan, saya tersadar untuk tidak terperangkap lagi. Takutnya anggota AMBA dipakai, namun kehadiran AMBA tidak digubris sama sekali. Takutnya nama koor lain dipakai dalam anggota koor Mr. X, sedangkan yang bernyanyi di koor tersebut juga adalah anggota AMBA. Betapa bodohnya kami jika kami mau terus-terusan dibodoh-bodohi untuk keperluan pribadinya terus.
Bagaimanapun dan apapun yang terjadi, AMBA harus terus dipertahankan. Lagipula tanpa aktifnya anggota AMBA dalam mempopulerkan organisasinya, maka organisasi tersebut akan runtuh. Terkikis oleh banyak koor yang muncul. Namun secara bangga, Bapa Mgr. Pujaraharja mengatakan bahwa koor yang masih bagus hingga sekarang adalah koor AMBA. Ini juga merupakan motivasi besar untuk AMBA agar terus tumbuh besar. Jangan sampai jatuh dan terjatuh tanpa bangkit lagi. Anggaplah hal ini sebagai pelajaran supaya AMBA kuat menahan tantangan yang terus datang demi kokoh besarnya kaki AMBA dalam pondasi gereja.
Wah-wah... karena waktu latihan hari minggu ngga ada yang datang terpaksa kegiatan beralih jadi naik ke atas. What?? hehehhe.. atas apa hayooo..?? Di judul udah jelas masa ngga tau? Di atas menara lah ya?? Hahhha.. daripada suntuk-suntuk di bawah sono ngga ada kerjaan.
Kami di atas sana berfoto-foto sambil menikmati indahnya pemandangan Ketapang. Waw... tapi sayang panasnya bukan maen di atas itu. Rasanya kaki dan tangan terbakar di pemanggang. Sayapun langsung naik ke Puncang tinggi di atas pintu. Walau penuh dengan kotoran cecak yang kering saya tidur di atasnya. (Udah dibersihakan lah ye?? Jorok amit sich tidur di atas kotoran??"-_-").
Bener-bener menyenangkan di atas sana. Kami semua bercerita ngawur ngidul membayangkan bagaimana misalnya jatuh dari ketinggian menara itu. Waw... Edo histeris pada saat naik ke menara. Sampai-sampai berhenti di tingkat 7 yang ada bundarannya itu. Melekat di situ deh,,, untung aja aku ama Gens langsung beri dia support, baru dia berani naik. Hahahhaa... mungkin pengalaman pertama naik di menara ya Edo? Hehehe.. mendebarkan.
Sempat juga kami bersiul-siul kalau ada cewek lewat. Aduh.... genit banget sich anak-anak AMBA ini? Hahhaha.. yach namanya juga suka-suka. Kalau ramai-ramai sich siapa yang takut bersiul suit kepada cewek yang lewat. Tapi kalau sendian, gaplaknya itu lho sendirian juga. Tapi mana berani gampar deh...coz kami juga di atas..wakakakakaka...
Tapi senanglah... sampai 3 tahun, saya bisa menikmati AMBA tetap kokoh. Karena dari AMBA saya temukan jati diri dan bakat bernyanyi. Saya jadi merenung di atas tentang masa depan AMBA. Eksistensi AMBA pasti akan terus berjaya. Dan saya yakin itu, karena sampai sekarang AMBA masih berdiri. Belum lagi ditambah oleh senior yang sudah menyelesaikan kuliahnya. Nah Bang Polo juga sebentar lagi sudah selesai kuliah. Kami menanti dengan sangat kehadirannya. ^_^ ... Hahhhaa... renungan yang indah buat AMBA. Kira-kira sudah pukul 02.00 lewat, Mas Budin menyuruh kami untuk turun coz dia juga ada kerjaan. Kasihan santai-santai terus di atas, ntar kena marah pastor. Kamipun turun. Kapan naik ke atas sana lagi ya? Kata hati menjawab, "Kapan-Kapan aja lagi deh..."
26 Desember 2008
Nah ini dia tradisi yang setiap tahun selalu nongol di MABES AMBA.. yaitu...taraaaaaaaaaaaaaaaaa!!! Potong BaBi! Hhehehhee...
Nah...awalnya tanggal 23 Desember 2008.. Aku, Hendra dan Wangge berencana untuk menginap di rumah Om Yan supaya ngga telat bangunnya. Coz kalo tidur di rumah, nanti keasyikan sampe lupa mau ke rumah Om Yan. Jadi kami bertiga tidur di rumah Om Yansen. Kami tidur pada pukul sekitar 22.00...(Biasanya ngga pernah tidur jam segitu, karena ini demi kerjaan penjagalan apa boleh buat deh). Alhasil, saya bersama kedua teman saya itupun tertidur dan saat terbangun kulit-kulit sudah pada merah semua digigit nyamuk Anopheles. Wkakakakaka....untung ngga malaria...hahahaha...
Jam 5 kamipun terbangun. Padahal sebenarnya pada jam 4 kami sudah terbangun, tapi sayang... karena enak karena situasi ujan, akupun mematikan alarm yang berbunyi pada jam 4. Untung saja ada Wangge yang bangunkan, kalo ngga lanjut deh tidurnya...
Ini nich yang udah pada bangun: Ayen ama Frans (Frans penghuni Mabes) hehe...
Kemudian kami segera mengangkut Babi dari kandangnya. Bujubusyet...baunya bukan maen tuh Ibab.... aku aja ngga tahan nyium baunya. Hendra aja ketawa liat aku mau muntah...wew... bau luar biasa... Dan saat kami mau mengangkat... tambah lagi bujubusyetnya... Ibabnya berakkin tangan kiri saiiiaa... auh... sereem.... anget-anget... daripada lepas... lanjot aja pegangin kaki tuh Ibab...seal....!
Lanjut ceritanya, akhirnya kami bisa keluarin tuh Ibab dari peraduannya... Nah.. akhirnya para penjagal udah siap ditempat... Pak Robi (bener ngga ya namanya, saiiia lupa), Bang Anam, Yohanes, Bang Nos, and Saiia juga plus Om Yansen.
Penjagalanpun dimulai.. Tanpa takut-takut lagi, bapak yang ada di foto ini langsung menggorok leher sang Ibab. Ngga ada gerakan khusus dari Ibabnya...tinggal pasrah dan darahpun berkucuran dari lehernya... wow... dalam hitungan detik Ibabpun ngga berdaya dan mati. Persiapan selanjutnya, menghidupkan api untuk air panas. Setengah idup juga tuh meniup apinya, coz apinya harus selalu ditiup biar suhunya konstan. Liat aja muka saiia ama Hendra... kayak orang ngangkat besi ajah..
Setelah itu, babi yang utuh dengan bulunya itu berubah menjadi babi yang telanjang tanpa bulu lage... porno ih....hahahaha.. emangnya kita makan nya nanti sama bulu-bulunya..coz kudu diilangin bulunya biar enak dimakan. Hohohohooh...
Lanjut kepada cerita, babi yang udah habis bulunya itu lalu dipotong-potong menjadi beberapa bagian untuk dimasak: Saksang, Kecap dan Sop. Sampe jam 10 pagi, cewek-cewek lum pada datang... Hmmmfff... kemana sich?? Untung aja udah ada yang datang...
Setelah bumbu selesai dan daging ama jeroannya udah selesai dikerjakan juga, kamipun beristirahat. Makan siang dengan indomie yang dimasak ama mas Edi. Setiap tahun pasti selalu melakukan tradisi potong memotong ini. Rasa kekeluargaan juga amat terasa waktu menyelesaikan tugas ini. Hhahaha... apalagi kalu udah makannya...wakkakaka... nah sekian cerita..
nich ada beberapa foto... silakan dilihat yah...ho oh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar