Bernardus dari Andermatt adalah Minister General (Pelayan Umum) Ordo Kapusin yang selama hidupnya sudah dinobatkan sebagai Pendiri Ordo yang kedua. Berbagai macam revolusi dan penganiayaan di masa silam telah memporakporandakan keadaan Gereja dan juga Ordo. Waktu berlalu, sehingga keadaan terpuruk tersebut dapat dilalui. Selanjutnya, Ordo mengembangkan karya misi ke berbagai belahan dunia. Para misionaris Belanda yang menjadi tumpuan harapan karya misi diutus untuk melaksanakannya. Pada tanggal 16 Oktober 1905, para misionaris menandatangi karya agung tersebut dan diutus sebagai perintis misionaris sembari menghayati karya hidup rohani mereka.
Para misionaris pertama kali menginjakkan kaki di Singkawang. Pada tanggal 11 Februari 1906 prefek untuk pertama kalinya keluar mewartakan Injil kepada orang Tionghoa dengan dibantu oleh koster yang bernama A Kang sebagai juru bahasa atau penterjemah bahasa Belanda ke dalam bahasa Tionghoa. Seiring waktu berjalan, pada tahun 1906 gereja kecil pertama dan sederhana dibangun di kampung orang kusta, di kaki gunung luar kota. Para misionaris merawat orang-orang kusta sebagaimana Bapa Serafik Sto. Fransiskus dari Asisi memberikan teladan kepada mereka. Karya berkembang ke arah pendidikan pada tanggal 1 Oktober 1907, SD laki-laki dibuka dengan jumlah murid 21 orang, tiga hari kemudian 14 murid perempuan menyusul. Sementara karya di Singkawang berkembang, Stasi baru didirikan di Pemangkat dan Pelanjau.
Pada akhir tahun 1906, Pastor Beatus diutus ke Pontianak selama sebulan mencari kemungkinan bekerja di antara orang Tionghoa. Ketika Pastor Prefek Pasifikus Bos pada awal tahun 1908 merencanakan visitase ke Sejiram, saat singgah di Pontianak ia mengangkat seorang katekis di kota. Pada tahun 1913, Bruder Wenceslaus datang ke Singkawang dengan tugas membuka sekolah pertukangan dengan tujuan untuk membuat staf tetap, teman kerja dan rekan untuk kegiatan pembangunan. Selanjutnya berkembang dari Semitau menuju Benua Martinus pada tahun 1918 dengan membangun pastoran dan gedung sekolah. Pada tahun 1928, Bruder Cosmas ditugaskan membuka Sekolah pertukangan yang baik dan lengkap di Pontianak. Pada sekitar tahun 1920-an ini juga misi mulai mendidik guru agama secara teratur dan ketat, masyarakat Tionghoa khususnya ikut dilibatkan dalam karya ini. Kelanjutannya para guru agama tersebut akan diletakkan sebagai guru agama di Singkawang, Pontianak dan Nyarumkop. Karya selanjutnya diarahkan kepada masyarakat Dayak yang pada masa itu masih menganut Animisme. Dimulai dari Sanggau Kapuas, Sintang hingga sebelah utara kawasan Ngabang, Landak.
Dalam mengawal tugas ini, Kapusin dipimpin oleh Vikaris Apostolik. Vikaris Apostolik ini dipelopori oleh Mgr. Pasifikus Bos. Namun pada tahun 1933, beliau mengundurkan diri sebagai Vikaris Apostolik oleh karena kelemahan fisik akibat penyakit diabetes yang semakin serius. Hingga setengah tahun ia masih menunggu sebelum pimpinan misi diserahterimakan kepada tenaga yang lebih muda. dua tahun kemudian, 20 Maret 1937 Mgr. Bos meninggal dunia di Pontianak setelah 30 tahun karya misi yang dipimpinnya. Pengganti Mgr. Bos adalah sekretaris Vikaris yaitu Mgr. Tarsisius van Valenberg hingga tahun 1957. Ia tiba di bumi Kalimantan pada tahun 1925. Agar dapat semakin mendekati masyarakat Tionghoa, tahun 1927 Pastor Elias ditentukan sebagai pastor yang akan bekerja di kalangan masyarakat Hoklo (Tiao Ciu) dengan bahasa yang berbeda dari Hakka (ke’). Buah dari karya misi tersebut ialah imam pertama, asli Kalimantan pada tahun 1934 disusul yang kedua pada tahun 1943 untuk studi di Nederland. Tak hanya itu, panggilan juga terjadi di kalangan orang Dayak dengan dimulainya Seminari Menengah di Pontianak pada tahun 1933. Pada tahun 1937, suster Klaris kapusines datang ke Kalimantan untuk menempati biara slot di Singkawang. Sebenarnya pada tahun 1940 akan didirikan Seminari Tinggi akan tetapi gagal karena pada saat itu terjadi perang Dunia II dan penjajahan Jepang.
Pasca Perang Dunia II, dua imam muda dari kalangan suku Dayak yaitu Mattheus Sanding bersama Hieronymus Bumbun yang ditahbiskan pada tahun 1966. Tak lama kemudian pada tahun 1976, Pastor Hieronymus Bumbun diangkat menjadi Uskup Agung Pontianak (uskup ke-4 di Pontianak). Saat itu keuskupan Agung Pontianak dibantu oleh calon imam yang masih mengikuti pendidikan. Pada tahun 1934-1941, Seminari Menengah di Pontianak didirikan untuk mencari imam-imam baru dari kalangan suku Dayak yang saat itu mulai memeluk agama Katolik. Dari waktu ke waktu yang semakin berkembang, akhirnya karya misi berubah menjadi Provinsi.
Perkembangan di Bumi Kalimantan semakin pesat dan cahaya harapan semakin terang meskipun dihalangi oleh banyaknya tantangan-tantangan. Pada tahun 1957, Mgr. Herculanus vdd Burgt menggantikan Mgr. V Valenberg. Diadakan pemisahan antara ordo dan gereja, sehingga tidak ada lagi campur tangan ordo untuk keuskupan. Pada tahun 1976, Mgr. Herculanus terganggu kesehatannya dan sebagai pengganti, ia mengangkat Pater Vikaris Jendral Hieronymus Bumbun, OFMCap yang memipin Keuskupan Agung Pontianak. Selanjutnya, pada tahun 1976 ketiga Regio Kapusin digabung menjadi satu provinsi Indonesia. Kalimantan Barat menjadi Regio tersendrir yang dipimpin oleh Superior Regionalis. Provinsial pertama dan kedua diambil dari Regio Medan, kemudia juga regio Sibolga. Pada bulan Februari 1994, ketiga Regio masing-masing diangkat menjadi provinsi sendiri, sehingga para Kapusin Kalimantan barat digabung dalam Provinsi Pontianak. Misi yang diawali dari tahun 1905 hingga tahun 1994 telah membentuk ordo Kapusin menjadi provinsi mandiri dalam Ordo Kapusin sedunia. Jumlah Kapusin saat itu telah berjumlah 125 orang. Pastor General saat itu sempat memohon bantuan Kapusin Provinsi Pontianak, Yohanes Hamdi untuk menjadi misionaris pertama di Madagascar selama 5 tahun. Pada perayaan 100 tahun misi Kapusin di Kalimantan tertinggal 5 misionaris asal Belanda dan 7 misionaris asal Swis yang kemudian dilanjutkan oleh tenaga misi asal asli dari Indonesia hingga sekarang. Pada tahun 2015 ini, Ordo Kapusin di Kalimantan telah menginjak usia 110 tahun. Umur yang terbilang sangat tidak singkat telah membuktikan karya Roh Kudus yang bekerja dari tahun ke tahun terus membuahkan hasil. Semoga karya Kapusin di manapun berada semakin berjaya dan para penerus mereka akan mengingat betapa besar perjuangan para misioner pendahulu mereka demi tujuan mulia, menyebarkan karya Injil Kristus ke seluruh dunia. Pace e Bene.
Sumber Ringkasan: Buku “Kuntum Coklat di Tengah Belantara Borneo”
(Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya,OFS)