MISA LATIN TRADISIONAL – WARISAN GEREJA KATOLIK YANG TETAP LESTARI

Misa Tridentin adalah sebuah bentuk Misa Ritus Romawi yang ada di dalam Missale Romanum atau Buku Misa Romawi edisi umum yang terbit antara tahun 1570 hingga tahun 1961. Misa ini adalah liturgi misa yang paling luas digunakan di seluruh dunia hingga diperkenalkannya Misa Paulus VI di bulan Desember 1969. Di hampir semua negara misa ini dirayakan dengan menggunakan Bahasa Latin sepenuhnya, namun penggunaan bahasa lainnya diperbolehkan baik sebelum Konsili Trento dan dalam abad-abad berikutnya hingga puncaknya pada Konsili Vatikan Kedua.

Kata "Tridentin" berasal dari kata Bahasa Latin Tridentinus, artinya "berhubungan dengan kota Tridentum (kota Trento, Italia saat ini)". Nama ini digunakan sebagai balasan terhadap sebuah keputusan dari Konsili Trento yang mendasari Paus Pius V untuk membuat Tata Cara Misa Romawi tahun 1570 dan menyatakannya sebagai bentuk misa yang harus digunakan di seluruh Gereja Barat, dengan perkecualian wilayah-wilayah dan ordo-ordo yang tata cara misanya telah ada sebelum tahun 1370.

Pada tahun 2007, Paus Benediktus XVI mengeluarkan sebuah motu proprio yang berjudul Summorum Pontificum, disertai dengan sebuah surat kepada para uskup di seluruh dunia. Sri Paus menyatakan bahwa Tata Cara Misa Romawi tahun 1962 dianggap sebagai sebuah bentuk misa yang luar biasa (forma extraordinaria) dari Ritus Romawi, dimana Tata Cara Misa yang direvisi oleh Paus Paulus VI pada tahun 1970 dianggap sebagai bentuk misa yang umum atau normal. Alhasil, beberapa pihak merujuk Misa Tridentin tahun 1962 sebagai "bentuk misa yang luar biasa". Misa Tridentin tahun 1962 juga terkadang dirujuk sebagai "usus antiquior" (penggunaan yang lebih tua) atau "antiquior forma" (bentuk yang lebih tua), untuk membedakannya dengan bentuk Ritus Romawi lebih baru yang digunakan sejak tahun 1970.
Misa adalah tindakan berkesinambungan, yang menghadirkan kembali kehidupan, penderitaan dan kematian Yesus Kristus dalam cara yang misterius. Struktur Misa Forma Extraordinari (luxveritatis7.wordpress.com) adalah sebagai berikut :

1.    Persiapan – diawali dengan doa di kaki altar, Introit, Kyrie dan Gloria.
2.    Instruksi – termasuk kolekta, epistula, gradual, alleluia, atau traktus (tract) dan pada pesta-pesta tertentu the Sequence), injil (biasanya diikuti oleh khotbah) dan Kredo.
3.    Offertory – termasuk antifona offertory, persembahan roti, penuangan air dan anggur ke dalam piala, persembahan piala, pembasuhan tangan, doa kepada Tritunggal terberkati, “Oratre fratres” dan sekreta.
4.    Konsekrasi – termasuk prefasi dan kanon misa, mencakup doa “Te igitur”, Memento orang yang hidup, Communicantes dan dua doa lainnya sebelum konsekrasi dan elevasi, tiga doa setelah konsekrasi, peringatan untuk orang meninggal, “Nobis quoque peccatoribus” dan elevasi minor.
5.    Komuni – termasuk Pater Noster (Bapa Kami), Libera, Agnus Dei (Anak domba Allah), tiga doa sebelum komuni, “Domine non sum dingus” dan komuni imam dan umat beriman.
6.    Ucapan syukur – termasuk antifona komuni, doa setelah komuni, “Ite missa est”, dan Injil Terakhir.

Ritus Katolik apapun bisa memenuhi kewajiban mereka untuk Misa pada hari Minggu dan Hari Kudus pada Misa Romawi dalam Forma Ekstraordinary. Misa Latin tradisional, tentu saja, adalah norma yang telah berlaku selama berabad-abad dan seperti yang Paus Benediktus XVI telah nyatakan, belum pernah dilarang.

Dalam terang pemahaman yang tepat dari dokumen Konsili Vatikan II, dan pengajaran yang jelas dari Paus Benediktus XVI di Summorum Ponficum,siapa yang hari ini berani mempertanyakan keabsahan, keunggulan, atau manfaat spiritual dari Misa yang selama berabad-abad dipelihara oleh jiwa-jiwa yang besar orang-orang kudus dan para martir.

Maka, Berdasarkan pada niat suci dari Bapa Benediktus, Kaum Muda – Mudi Katolik (Komunitas Liturgia Latina Sto. Yohanes XXIII) di Keuskupan Agung Pontianak berupaya untuk merealisasikannya. Ternyata untuk melaksanakan Misa Forma Extraordinaria ini mendapatkan banyak rintangan, baik dalam hal mencari Imam yang bersedia memimpin Misa ini, maupun sistem komunikasi dan perancangan teknis dalam komunitas itu sendiri. Sekitar pertengahan tahun 2014, Uskup Emeritus Yang Mulia Hieronymus Herculanus Bumbun (pada saat itu masih menjabat sebagai Uskup Agung Pontianak) memberikan izin untuk merayakan Misa Forma Extraordinaria ini. Bapa Uskuppun menunjuk seorang Imam dan Gereja yang menjadi Selebran dan tempat diselenggarakan Misa. Beberapa bulan selanjutnya, Yang Mulia Agustinus Agus menjadi Uskup Agung Pontianak, restu pun diberikan sambil memperhatikan ketentuan – ketentuan yang harus dipatuhi. Seiring perjalanan, Misa Forma Extraordinari ini masih belum dapat terealisasi hingga pada akhir bulan Januari 2015 karena Imam selebran itu sendiri sedang memiliki kesibukan.

Pada awal bulan Februari 2015, atas restu dan pertolongan Tuhan, anggota dari Komunitas penyelenggara Misa Forma Extraordinari ini segera menemui Yang Mulia Hieronymus Herculanus Bumbun ( Uskup Agung Emeritus Pontianak) di Sakristi (setelah Misa kudus) untuk meminta kesediaan menjadi Selebran Misa. Singkat cerita saja, Yang Mulia Hieronymus Bumbun menyanggupi tawaran menjadi selebran Misa. Pada bulan Februari, para anggota penyelenggara menjadi sibuk dengan berbagai persiapan dan menjalani itu semua dengan penuh sukacita karena dapat mewujudkan niat suci Bapa Benediktus yang terkasih.

Pada tanggal 1 Maret 2015 (Minggu Prapaskah II) tepatnya pada pukul 08.30 WIB, menjadi sejarah dalam Keuskupan Agung Pontianak, MISA FORMA EXTRAORDINARIA dikurbankan di kapel biara SFIC Sto. Antonius. Misa Kudus berlangsung dengan khidmat dan dihadiri kurang lebih 105 umat beriman, walaupun ada kebingungan diantara umat beriman baik dalam tata liturgi yang sedikit berbeda dengan Misa Forma Ordinaria, maupun pelafalan dalam bahasa Latin. Setelai misa selesai dilaksanakan, Selebran dan Akolit berfoto bersama untuk menyimpan kenangan, tak lupa juga bersama Anggota Koor Alyans (Mahasiswa / i Keuskupan Ketapang). 

Tidak sampai di situ saja, pada tanggal 12 April 2015, Misa Forma Ordinaria akan diadakan kembali. Bagi para umat yang ingin mengikuti misa tersebut dipersilakan untuk menghadirinya. Misa yang dahulu dilakukan oleh santo dan santa pada masa silam akhirnya boleh kita rasakan di zaman sekarang ini. Kita diperkenankan untuk ambil bagian di dalam kekayaan liturgis yang terdapat di dalam tubuh Gereja Katolik di bumi Borneo kita yang tercinta ini. Pax et Bonum.

Penulis: Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS.