Sebelum hari perayaan pesta Santo Fransiskus dari Asisi, setiap tahun akan diawali dengan transitus. Transitus merupakan salah satu bentuk devosi atau penghormatan untuk mengenang keberangkatan Santo Fransiskus dari dunia ini menuju kepada Bapa. Transitus telah menjadi kegiatan tahunan dan signifikan dirayakan oleh seluruh Fransiskan Fransiskanes di manapun berada setiap tanggal 3 Oktober atau hari ketiga di bulan Oktober. Ada sebuah ritual khusus untuk mengenang kembali kisah Fransiskus yang taat dengan ratu kemiskinan hingga akhir hidupnya. Fransiskus menaati cara hidup ia dapat dari Kristus salah satunya adalah menjadi hidup miskin sebagaimana ia lakukan. Pada akhir hayatnya, ia boleh menerima tanda rahmat Kristus melalui lima luka yang berada di tubuhnya. Santo Fransiskus sungguh-sungguh tersalib sebagaimana Kristus tersalib. Namun demikian, Fransiskus dengan penuh sukacita menerima maut sebagai saudarinya dan menyambutnya.
Transitus di Pontianak diselenggarakan oleh seluruh imam, biarawan, biarawati, awam Fransiskan yang tergabung di dalam Keluarga Fransiskan Fransiskanes Pontianak (KEFRAP). Setiap tahun, transitus dan pesta Fransiskan dilaksanakan secara bergiliran. Melalui rapat yang diadakan oleh KEFRAP, maka tahun ini diputuskan bahwa kegiatan transitus dan pesta Fransiskan dilaksanakan oleh Kongregasi Fransiskanes Sambas (KFS). Akhirnya, tuan rumah tahun ini membawa kami di tempat pembinaannya yang beralamat di jalan Budi Utomo, Rumah Pembinaan KFS yang juga merupakan Panti Asuhan dan Panti Jompo Marie Joseph. Utusan dari Kongregasi atau tarekat Fransiskan yang menghadiri antara lain Ordo Pertama Fransiskan dari saudara Kapusin, ordo ketiga regular yakni suster KFS, suster SFIC, suster SMFA, suster SFD, bruder MTB, serta ordo ketiga sekular yakni saudara-saudari OFS dan para undangan lainnya.
Transitus dilaksanakan melalui beberapa tahap. Lagu pembukaan menjadi tanpa pembuka bahwa upacara transitus dimulai. Selanjutnya, para saudara-saudari akan mendengarkan kisah sebelum menjelang kematian Santo Fransiskus. Dalam kisah ini, Fransiskus ingin menunjukkan bahwa kematian bukanlah sesuatu hal yang perlu ditakuti. Karena melalui kematian inilah, kita dapat diantarkan kepada hidup yang kekal. Maka Frasiskus menyambut kematian itu sebagai saudarinya dengan penuh sukacita ditambah lagi dengan ketaatannya pada ratu kemiskinan hingga kematiannya. Selanjutnya, dibacakan berita kematian Santo Fransiskus sebagaimana yang diberitahukan oleh saudara Elias, Minister Jendral Ordo kepada provinsi Ordo pada masa Fransiskus saat itu. Penulis mengutip sebagian dari kesaksian saudara Elias yang mengatakan bahwa,”Fransiskus tampak tersalib dengan kelima pada luka di tubuhnya sebagai stigmata, oleh sebab itu saudara-saudari muliakanlah Tuhan dan bersyukurlah kepada–Nya sebab ia berkenan menyatakan belas kasihan-Nya dan ingatan akan saudara dari Bapa kita Fransiskus, demi kemuliaan Tuhan yang berkenan memuliakannya di antara manusia yang fana”. Fransiskus boleh mendapatkan rahmat luka Kristus ditubuhnya, oleh karena belas kasih Allah melalui Fransiskus maka dari itu sikap Fransiskus patutlah diteladani.
Selanjutnya, pendarasan madah yang dinyanyikan bersama-sama oleh para Fransiskan. Kemudian pengucapan pembaharuan kaul secara bersama-sama yang ditandai dengan penghidupan lilin yang nantinya akan diletakkan di meja altar dari seluruh Fransiskan yang hadir dipimpin oleh Pastor Taddeus Bartolomeus, OFMCap. Satu per satu saudara-saudari maju ke depan diiringi oleh lagu dan meletakkan lilin sebagai ujud tanda kaul janji setia yang mereka ucapkan akan selalu menyala-nyala dan tak pernah padam melalui lambang api. Setelah peletakkan lilin, saudara-saudari membacakan doa umat. Terakhir adalah penutup transitus diringi dengan lagu. Seluruh kegiatan ini dilaksanakan dengan penuh khidmat oleh seluruh saudara-saudari Fransiskan Pontianak.
Pesan dari ritual Transitus adalah bagaimana kita mengingat kembali semangat santo Fransiskus dari Asisi mulai dari hidupnya hingga menjelang kematian. Kita para Fransiskan harus menerima kehidupan dan kematian sebagai satu paket utuh yang dijalani dengan penuh ketaatan, kemiskinan serta kemurnian yang ditunjukkan oleh Santo Fransiskus dari Asisi. Tidak hanya di saat hidupnya, Santo Fransiskus juga tetap taat, miskin dan murni menjelang kematiannya. Diceritakan bahwa ia melepas jubah dan pakaiannya dan lebih memilih berbaring di tanah tanpa alas apapun. Santo Fransiskus sungguh ingin melepas semua apapun yang dikenakannya karena ia meyakini bahwa kita terlahir telanjang, kelak akan mati telanjang pula. Namun, salah satu saudara dengan rendah hati meminjamkan jubahnya dan pakaiannya bukan sebagai hak milik tapi sungguh-sungguh sebagai pinjaman untuk Fransiskus. Dengan penuh suka cita ia menerima pinjaman baju dan celana dari saudaranya itu. Sampai akhir hayatnya, Fransiskus tetap setia pada ratu kemiskinan. Pada akhirnya, ia menghembuskan nafas terakhir dengan penuh damai karena ia sungguh-sungguh menerima kematian sebagai saudarinya. Sebagai manusia, sangat manusiawi jika kita takut akan kematian. Namun dari teladan santo Fransiskus, kita seharusnya menyadari bahwa tak satupun dari kita semua akan luput dari maut. Bahkan Kristus sendiri, menunjukkan kemuliaan-Nya dengan menerima maut sebagai rencana dari Allah yang paling indah. Melalui maut, Kristus bangkit dan menebus dosa-dosa manusia. Melalui jalan maut ini juga, kita dipanggil untuk menerima saudari maut sebagai bagian dari kehidupan dan kehidupan kekal. (Sdr. Fransesco A.R.,OFS)
Transitus di Pontianak diselenggarakan oleh seluruh imam, biarawan, biarawati, awam Fransiskan yang tergabung di dalam Keluarga Fransiskan Fransiskanes Pontianak (KEFRAP). Setiap tahun, transitus dan pesta Fransiskan dilaksanakan secara bergiliran. Melalui rapat yang diadakan oleh KEFRAP, maka tahun ini diputuskan bahwa kegiatan transitus dan pesta Fransiskan dilaksanakan oleh Kongregasi Fransiskanes Sambas (KFS). Akhirnya, tuan rumah tahun ini membawa kami di tempat pembinaannya yang beralamat di jalan Budi Utomo, Rumah Pembinaan KFS yang juga merupakan Panti Asuhan dan Panti Jompo Marie Joseph. Utusan dari Kongregasi atau tarekat Fransiskan yang menghadiri antara lain Ordo Pertama Fransiskan dari saudara Kapusin, ordo ketiga regular yakni suster KFS, suster SFIC, suster SMFA, suster SFD, bruder MTB, serta ordo ketiga sekular yakni saudara-saudari OFS dan para undangan lainnya.
Transitus dilaksanakan melalui beberapa tahap. Lagu pembukaan menjadi tanpa pembuka bahwa upacara transitus dimulai. Selanjutnya, para saudara-saudari akan mendengarkan kisah sebelum menjelang kematian Santo Fransiskus. Dalam kisah ini, Fransiskus ingin menunjukkan bahwa kematian bukanlah sesuatu hal yang perlu ditakuti. Karena melalui kematian inilah, kita dapat diantarkan kepada hidup yang kekal. Maka Frasiskus menyambut kematian itu sebagai saudarinya dengan penuh sukacita ditambah lagi dengan ketaatannya pada ratu kemiskinan hingga kematiannya. Selanjutnya, dibacakan berita kematian Santo Fransiskus sebagaimana yang diberitahukan oleh saudara Elias, Minister Jendral Ordo kepada provinsi Ordo pada masa Fransiskus saat itu. Penulis mengutip sebagian dari kesaksian saudara Elias yang mengatakan bahwa,”Fransiskus tampak tersalib dengan kelima pada luka di tubuhnya sebagai stigmata, oleh sebab itu saudara-saudari muliakanlah Tuhan dan bersyukurlah kepada–Nya sebab ia berkenan menyatakan belas kasihan-Nya dan ingatan akan saudara dari Bapa kita Fransiskus, demi kemuliaan Tuhan yang berkenan memuliakannya di antara manusia yang fana”. Fransiskus boleh mendapatkan rahmat luka Kristus ditubuhnya, oleh karena belas kasih Allah melalui Fransiskus maka dari itu sikap Fransiskus patutlah diteladani.
Selanjutnya, pendarasan madah yang dinyanyikan bersama-sama oleh para Fransiskan. Kemudian pengucapan pembaharuan kaul secara bersama-sama yang ditandai dengan penghidupan lilin yang nantinya akan diletakkan di meja altar dari seluruh Fransiskan yang hadir dipimpin oleh Pastor Taddeus Bartolomeus, OFMCap. Satu per satu saudara-saudari maju ke depan diiringi oleh lagu dan meletakkan lilin sebagai ujud tanda kaul janji setia yang mereka ucapkan akan selalu menyala-nyala dan tak pernah padam melalui lambang api. Setelah peletakkan lilin, saudara-saudari membacakan doa umat. Terakhir adalah penutup transitus diringi dengan lagu. Seluruh kegiatan ini dilaksanakan dengan penuh khidmat oleh seluruh saudara-saudari Fransiskan Pontianak.
Pesan dari ritual Transitus adalah bagaimana kita mengingat kembali semangat santo Fransiskus dari Asisi mulai dari hidupnya hingga menjelang kematian. Kita para Fransiskan harus menerima kehidupan dan kematian sebagai satu paket utuh yang dijalani dengan penuh ketaatan, kemiskinan serta kemurnian yang ditunjukkan oleh Santo Fransiskus dari Asisi. Tidak hanya di saat hidupnya, Santo Fransiskus juga tetap taat, miskin dan murni menjelang kematiannya. Diceritakan bahwa ia melepas jubah dan pakaiannya dan lebih memilih berbaring di tanah tanpa alas apapun. Santo Fransiskus sungguh ingin melepas semua apapun yang dikenakannya karena ia meyakini bahwa kita terlahir telanjang, kelak akan mati telanjang pula. Namun, salah satu saudara dengan rendah hati meminjamkan jubahnya dan pakaiannya bukan sebagai hak milik tapi sungguh-sungguh sebagai pinjaman untuk Fransiskus. Dengan penuh suka cita ia menerima pinjaman baju dan celana dari saudaranya itu. Sampai akhir hayatnya, Fransiskus tetap setia pada ratu kemiskinan. Pada akhirnya, ia menghembuskan nafas terakhir dengan penuh damai karena ia sungguh-sungguh menerima kematian sebagai saudarinya. Sebagai manusia, sangat manusiawi jika kita takut akan kematian. Namun dari teladan santo Fransiskus, kita seharusnya menyadari bahwa tak satupun dari kita semua akan luput dari maut. Bahkan Kristus sendiri, menunjukkan kemuliaan-Nya dengan menerima maut sebagai rencana dari Allah yang paling indah. Melalui maut, Kristus bangkit dan menebus dosa-dosa manusia. Melalui jalan maut ini juga, kita dipanggil untuk menerima saudari maut sebagai bagian dari kehidupan dan kehidupan kekal. (Sdr. Fransesco A.R.,OFS)