Wakil rakyat tidak terlalu asing di telinga banyak orang. Di mana suatu masa akan ditentukan sebuah pemilihan dari beberapa calon wakil rakyat untuk dipilih dan duduk di kursi pemerintahan baik legislatif dan eksekutif. Banyak janji-janji yang diutarakan, mulai dari pemberantasan kemiskinan, tersedianya lapangan kerja, keterpihakan pemerintah kepada rakyat dan banyak subsidi-subsidi yang membuat mata para rakyat berlinang dan terharu akan hal yang diperjuangkan para kesatria berdasi nantinya. Akan tetapi, ironisnya hal yang terjadi tidak sesuai dengan harapan rakyat. Awalnya berbicara tentang bantuan ini itu, pengembangan pembangunan, sarana prasarana dan fasilitas umum yang dijanjikan lebih terdengar seperti kabar angin yang simpang siur. Walau memang ada juga yang telah terealisasi, dan rakyat juga memaklumi bahwa pembangunan butuh waktu panjang untuk dilakukan. Namun, apabila janji tersebut berkenaan langsung dengan rakyat. Bukan menembak pada pembangunan daerah semata, melainkan dukungan wakil rakyat kepada rakyat. Contoh, beberapa daerah yang mengalami sengketa lahan adat yang dirampas mentah-mentah tanpa ada pertanggungjawaban dari pihak perusahaan, masih banyak yang lebih pro kepada perusahaan. Apa mau dikata, rakyat yang merasakan ketidakadilan hanya bisa gigit jari. Perusakan alam akibat petambangan yang menghancurkan sungai yang menjadi salah satu penyambung nyawa rakyat telah tercemar. Wakil rakyat tetap hanya bisa duduk di kursi bagaikan pria atau wanita cacat kaki dikalahkan oleh saudara kita yang cacat fisik namun bisa bergerak maju dari kelemahannya. Apakah rakyat benar-benar dalam agenda wakil rakyat jika kenyataan yang terjadi seperti ini. Wakil rakyat, tidak asing di telinga namun ketika duduk rakyat begitu asing di telinga mereka.
Kritik pedas terhadap wakil rakyat tak akan pernah sirna sebab rakyat sendiri memilih sosok mereka. Namun juga tidak bisa kita salahkan mentah-mentah, apabila wakil rakyat hanya bekerja sendiri. Perlu dibuat sebuah mediasi khusus agar rakyat dan wakilnya dapat bekerja bersama-sama, proaktif. Saling mengingatkan dan memberi tahu, namun seringkali diskomunikasi antara rakyat dan wakil rakyat kurang terjalin dengan baik. Ibaratkan seperti seorang pasangan yang kehilangan komunikasi, relasi kehidupan tidak akan berjalan dengan baik. Wakil dan rakyat seharusnya bisa bergandeng bersama, bersatu padu dan menjadi kekuatan penuh dalam proses pembangunan. Kita tidak berbicara soal ideologi luar biasa kita, yaitu Pancasila. Di sana dikatakan jelas, Persatuan Indonesia. Ini mau menggambar bahwa Indonesia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa persatuan. Bukan karena wakil rakyat berada di atas dan rakyat berada di bawah. Sesungguhnya wakil rakyat pada kenyataannya memang berasal dari rakyat, dan mereka punya andil besar terhadap rakyat dalam membangun minimal kampung halaman mereka sendiri, pendidikan di daerah terpencil, pekerjaan bagi sarjana-sarjana kita yang menganggur, dan penghargaan bagi mereka yang berjasa mengharumkan negeri melalui prestasi. Ironisnya, manusia-manusia yang saya sebut sebagai rakyat ini rata-rata tidak dihargai apa-apa, akhirnya kesan dari seorang wakil rakyat lagi-lagi dihujani dengan kritik pedas dari segala penjuru mata angin.
Tuntutan wakil rakyat yang berlebihan membuat rakyat yang semakin cerdas semakin tahun kehilangan loyalitas. Upah yang cukup besar menurut rakyat dari uang rakyat dirasa masih belum cukup. Dana aspirasi sempat menjadi trending hangat di berbagai media. Tahukah anda, komentar-komentar rakyat di media-media mana saja entah medsos, televisi, koran, radio dan lain-lain menyoroti itu semua selama kurang lebih satu bulan. Rakyat tidak ingin berpikir skeptis dengan para wakilnya jika si wakil rakyat tidak menunjukkan objek yang menjadi penghakiman para rakyat. Dana aspirasi itu menjadi pukulan keras di tengah-tengah krisis yang terjadi di sekeliling kita. Tahukah bapak ibu wakil rakyat yang terhormat, masih banyak anak-anak yang tidak lanjut sekolah, masih banyak keluarga yang tidak mampu membeli beras dan rumah, masih banyak sarjana-sarjana pintar kita yang menganggur, masih banyak tindakan kekerasan anak dan Hak Asasi Manusia yang tidak mendapat perlindungan negeri ini, masih banyak dan masih banyak lagi. Sudah kering air mata ibu pertiwi menatap pilu kekasihnya si Indonesia Raya tercinta. Wakil rakyat kini hanya duduk di kursi saja, melakukan wacana-wacana yang tidak pro-rakyat. Wakil rakyat masih memikirkan diri sendiri. Rakyat juga semakin cerdas semakin waktu berlalu. Rakyat juga membutuhkan bukti-bukti bukan sekedar janji. Bapak ibu wakil rakyat terhormat kini disorot rakyat dari kejauhan di seluruh negeri. Tak sedikit terdengar selentingan yang agak nyeleneh,”Ah, wakil rakyat cuma tahu ngomong aja”. Sejenak membuat tertegun siapa saja yang awalnya berambisi menjadi wakil rakyat menjadi ciut karena kepercayaan rakyat semakin menurun.
Sejelek-jeleknya wakil rakyat, yang merakyatlah yang akan didukung rakyat. Tidak hanya tinggal duduk diam, membuat wacana, menunggu pengesahan RUU dan pelaksanaan yang mengecewakan. Tetapi bukti nyata pergerakan wakil rakyat yang berbarengan dengan rakyat. Coba lihat sendiri dan turun langsung. Boleh kita ambil istilah pak Presiden kita, Joko Widodo, blusukan. Rakyat juga tahu, bahwa wakil rakyat berijasah dan tidak diragukan kualitasnya. Telitilah dengan seksama kejadian-kejadian umum atau khusus yang boleh dianggap sebagai penelitian ketika bapak ibu wakil rakyat masih menginjak bangku kuliah sebagai mahasiswa. Temukan permasalahan dan buatkanlah sebuah solusi yang nyata. Rakyat yang menulis artikel ini juga hanya bisa berbicara, tapi dia tahu dan percaya bahwa wakil rakyat bisa melakukan lebih daripada sekedar berkata. Inilah curahan hati salah seorang rakyat kecil yang boleh jadi didengarkan sebagai pengingat bahwa kita juga berasa dari rakyat. Di mata Tuhanpun, kita semua sama. Semua ada kelemahan dan kelebihan, akan tetapi penulis mengutip Iwan Fals dalam lagunya mengatakan bahwa wakil rakyat adalah manusia setengah dewa. Semua permasalahan hidup rakyat, berada di tangan wakil rakyat. Bukan hanya bisa bicara saja seperti kami, para mahasiswa yang disiapkan juga seperti bapak ibu wakil rakyat di dunia kerja dan mungkin akan menjadi salah seorang wakil rakyat. Marilah kita ingat kembali amanah rakyat yang paling utama. Lupakan dahulu sejenak tuntutan naik gaji, dana aspirasi. Coba berpikir bersama, bagaimana cara menurunkan harga barang di pasar supaya rakyat dan wakil rakyat sama-sama enak soal makan dan hidup nyaman. Lihatlah sendiri rakyat kita, ulurkanlah tangan untuk rakyat. Gunakan kekuatan rakyat untuk membangun negeri kita bersama-sama. (Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS)
Kritik pedas terhadap wakil rakyat tak akan pernah sirna sebab rakyat sendiri memilih sosok mereka. Namun juga tidak bisa kita salahkan mentah-mentah, apabila wakil rakyat hanya bekerja sendiri. Perlu dibuat sebuah mediasi khusus agar rakyat dan wakilnya dapat bekerja bersama-sama, proaktif. Saling mengingatkan dan memberi tahu, namun seringkali diskomunikasi antara rakyat dan wakil rakyat kurang terjalin dengan baik. Ibaratkan seperti seorang pasangan yang kehilangan komunikasi, relasi kehidupan tidak akan berjalan dengan baik. Wakil dan rakyat seharusnya bisa bergandeng bersama, bersatu padu dan menjadi kekuatan penuh dalam proses pembangunan. Kita tidak berbicara soal ideologi luar biasa kita, yaitu Pancasila. Di sana dikatakan jelas, Persatuan Indonesia. Ini mau menggambar bahwa Indonesia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa persatuan. Bukan karena wakil rakyat berada di atas dan rakyat berada di bawah. Sesungguhnya wakil rakyat pada kenyataannya memang berasal dari rakyat, dan mereka punya andil besar terhadap rakyat dalam membangun minimal kampung halaman mereka sendiri, pendidikan di daerah terpencil, pekerjaan bagi sarjana-sarjana kita yang menganggur, dan penghargaan bagi mereka yang berjasa mengharumkan negeri melalui prestasi. Ironisnya, manusia-manusia yang saya sebut sebagai rakyat ini rata-rata tidak dihargai apa-apa, akhirnya kesan dari seorang wakil rakyat lagi-lagi dihujani dengan kritik pedas dari segala penjuru mata angin.
Tuntutan wakil rakyat yang berlebihan membuat rakyat yang semakin cerdas semakin tahun kehilangan loyalitas. Upah yang cukup besar menurut rakyat dari uang rakyat dirasa masih belum cukup. Dana aspirasi sempat menjadi trending hangat di berbagai media. Tahukah anda, komentar-komentar rakyat di media-media mana saja entah medsos, televisi, koran, radio dan lain-lain menyoroti itu semua selama kurang lebih satu bulan. Rakyat tidak ingin berpikir skeptis dengan para wakilnya jika si wakil rakyat tidak menunjukkan objek yang menjadi penghakiman para rakyat. Dana aspirasi itu menjadi pukulan keras di tengah-tengah krisis yang terjadi di sekeliling kita. Tahukah bapak ibu wakil rakyat yang terhormat, masih banyak anak-anak yang tidak lanjut sekolah, masih banyak keluarga yang tidak mampu membeli beras dan rumah, masih banyak sarjana-sarjana pintar kita yang menganggur, masih banyak tindakan kekerasan anak dan Hak Asasi Manusia yang tidak mendapat perlindungan negeri ini, masih banyak dan masih banyak lagi. Sudah kering air mata ibu pertiwi menatap pilu kekasihnya si Indonesia Raya tercinta. Wakil rakyat kini hanya duduk di kursi saja, melakukan wacana-wacana yang tidak pro-rakyat. Wakil rakyat masih memikirkan diri sendiri. Rakyat juga semakin cerdas semakin waktu berlalu. Rakyat juga membutuhkan bukti-bukti bukan sekedar janji. Bapak ibu wakil rakyat terhormat kini disorot rakyat dari kejauhan di seluruh negeri. Tak sedikit terdengar selentingan yang agak nyeleneh,”Ah, wakil rakyat cuma tahu ngomong aja”. Sejenak membuat tertegun siapa saja yang awalnya berambisi menjadi wakil rakyat menjadi ciut karena kepercayaan rakyat semakin menurun.
Sejelek-jeleknya wakil rakyat, yang merakyatlah yang akan didukung rakyat. Tidak hanya tinggal duduk diam, membuat wacana, menunggu pengesahan RUU dan pelaksanaan yang mengecewakan. Tetapi bukti nyata pergerakan wakil rakyat yang berbarengan dengan rakyat. Coba lihat sendiri dan turun langsung. Boleh kita ambil istilah pak Presiden kita, Joko Widodo, blusukan. Rakyat juga tahu, bahwa wakil rakyat berijasah dan tidak diragukan kualitasnya. Telitilah dengan seksama kejadian-kejadian umum atau khusus yang boleh dianggap sebagai penelitian ketika bapak ibu wakil rakyat masih menginjak bangku kuliah sebagai mahasiswa. Temukan permasalahan dan buatkanlah sebuah solusi yang nyata. Rakyat yang menulis artikel ini juga hanya bisa berbicara, tapi dia tahu dan percaya bahwa wakil rakyat bisa melakukan lebih daripada sekedar berkata. Inilah curahan hati salah seorang rakyat kecil yang boleh jadi didengarkan sebagai pengingat bahwa kita juga berasa dari rakyat. Di mata Tuhanpun, kita semua sama. Semua ada kelemahan dan kelebihan, akan tetapi penulis mengutip Iwan Fals dalam lagunya mengatakan bahwa wakil rakyat adalah manusia setengah dewa. Semua permasalahan hidup rakyat, berada di tangan wakil rakyat. Bukan hanya bisa bicara saja seperti kami, para mahasiswa yang disiapkan juga seperti bapak ibu wakil rakyat di dunia kerja dan mungkin akan menjadi salah seorang wakil rakyat. Marilah kita ingat kembali amanah rakyat yang paling utama. Lupakan dahulu sejenak tuntutan naik gaji, dana aspirasi. Coba berpikir bersama, bagaimana cara menurunkan harga barang di pasar supaya rakyat dan wakil rakyat sama-sama enak soal makan dan hidup nyaman. Lihatlah sendiri rakyat kita, ulurkanlah tangan untuk rakyat. Gunakan kekuatan rakyat untuk membangun negeri kita bersama-sama. (Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS)