Kebanyakan dari umat Katolik pasti banyak yang belum mengetahui dengan jelas apakah tempat yang dinamakan Seminari. Beberapa umat yang mengetahui lebih banyak dengan mudah menyebut tempat ini sebagai tempat mencetak para pastor. Beberapa umat yang kurang mengetahui akan mengatakan tidak tahu sama sekali. Maka, tulisan ini mungkin sedikit membantu umat untuk mengetahui apakah Seminari itu dan apa saja yang ada di Seminari tersebut.
Kata seminari berasal dari kata Latin `semen' yang berarti `benih atau bibit'. Seminari berasal dari kata Latin `seminarium' yang berarti `tempat pembibitan, tempat pesemaian benih-benih'. Maka, seminari lalu berarti: sebuah tempat [tepatnya sebuah sekolah yang bergabung dengan asrama: tempat belajar dan tempat tinggal] di mana benih-benih panggilan imam yang terdapat dalam diri anak-anak muda, disemaikan, secara khusus, untuk jangka waktu tertentu, dengan tatacara hidup dan pelajaran yang khas, dengan dukungan bantuan para staf pengajar dan pembina, yang biasanya terdiri dari para imam / biarawan. Adapun kata `seminaris' menunjuk pada para siswa yang belajar di seminari tersebut.
Dari lintas sejarah gereja, kita mengenal seminari yang klasik, yakni serentak sebagai sebuah sekolah di mana para seminarisnya belajar di dalam kompleks seminari, entah sebagai sebuah SMP atau SMU, dan sekaligus sebagai asrama di mana mereka tinggal dan hidup dari hari ke hari.
Namun, seiring perkembangan waktu, demi alasan praktis dan demi juga kehidupan masa remaja yang alamiah, maka ada seminari modern di mana para seminaris mengikuti pendidikan SMP atau SMUnya di sekolah lain di luar kompleks seminari, namun mereka tinggal di dalam seminari sebagai asrama dan mengikuti pelajaran pelajaran dan pembinaan khusus yang dibutuhkan oleh setiap calon imam.
Namun, seiring perkembangan waktu, demi alasan praktis dan demi juga kehidupan masa remaja yang alamiah, maka ada seminari modern di mana para seminaris mengikuti pendidikan SMP atau SMUnya di sekolah lain di luar kompleks seminari, namun mereka tinggal di dalam seminari sebagai asrama dan mengikuti pelajaran pelajaran dan pembinaan khusus yang dibutuhkan oleh setiap calon imam.
Seminari Menengah yang ada di Indonesia masih dibedakan lagi atas:
Seminari Menengah tingkat SMP yakni yang menerima para seminaris sesudah mereka menamatkan SD. Di sini mereka belajar selama 3 tahun, mengikuti kurikulum SMP pada umumnya, ditambah dengan beberapa materi pelajaran khas Seminari. Kita masih memiliki beberapa Seminari Menengah tingkat SMP, yakni di Tuke Keuskupan Denpasar, di Maumere untuk Keuskupan Agung Ende, di Kisol untuk Keuskupan Ruteng, di Saumlaki untuk Keuskupan Ambon, dan nanti di Aimas untuk Keuskupan Sorong.
Seminari Menengah untuk tingkat SMU adalah yang paling umum di Indonesia. Para siswa diterima sesudah mereka menamatkan SMP. Di sini mereka mengikuti 3 tahun pendidikan memenuhi kurikulum pemerintah plus kurikulum Seminari, sekaligus dengan tambahan 1 tahun, entah pada tahun pertama memasuki Seminari [disebut KPB: Kelas Persiapan bawah] atau nanti ditambahkan sesudah melewatkan 3 tahun pendidikan SMUnya [disebut KPA: kelas persiapan akhir].
Seminari Menengah untuk tingkat SMU adalah yang paling umum di Indonesia. Para siswa diterima sesudah mereka menamatkan SMP. Di sini mereka mengikuti 3 tahun pendidikan memenuhi kurikulum pemerintah plus kurikulum Seminari, sekaligus dengan tambahan 1 tahun, entah pada tahun pertama memasuki Seminari [disebut KPB: Kelas Persiapan bawah] atau nanti ditambahkan sesudah melewatkan 3 tahun pendidikan SMUnya [disebut KPA: kelas persiapan akhir].
Seminari Menengah KPA [Kelas Persiapan Atas] adalah sebuah seminari yang melayani mereka yang disebut mengalami `panggilan terlambat', artinya yang memutuskan menjadi calon imam sesudah menamatkan SMU, bahkan sementara atau sesudah kuliah ataupun bekerja. Mereka mengikuti pembinaan khusus minimal selama 1 tahun dan berdasarkan kebutuhan ada yang sampai 2 tahun.
Seminari Tahun Orientasi Rohani [TOR] adalah sebuah tempat pembinaan khusus benih-benih panggilan bagi mereka yang telah menamatkan Seminari Menengah tingkat SMU atau Seminari Menengah KPA, dan yang memilih menjadi calon imam diosesan atau imam praja. Selama setahun mereka mengalami pembinaan khusus di bidang kepribadian dan kerohanian sekaligus untuk lebih mengenal dan menghayati seluk beluk imam diosesan.
Seminari Tinggi adalah jenjang pembinaan terakhir dari para calon imam sesudah mereka mengikuti Seminari Tahun Orientasi Rohani. Biasanya pendidikan yang ditempuh di sini selama 6 tahun kuliah ditambah 1 tahun praktek Tahun Orientasi Pastoral.
Jadi berapa tahun dibutuhkan untuk menjadi imam?
Jika calon imam ini mulai masuk Seminari Menengah tingkat SMP, maka ia memerlukan: 3 tahun seminari menengah tingkat SMP, 3 tahun seminari menengah tingkat SMU, 1 tahun seminari TOR dan 7 tahun Seminari Tinggi: totalnya 14 tahun.
Jika calon imam ini mulai masuk Seminari Menengah tingkat SMU maka ia memerlukan: 4 tahun Seminari Menengah tingkat SMU, 1 tahun seminari TOR dan 7 tahun Seminari Tinggi: totalnya 12 tahun.
Jika calon imam ini mulai masuk Seminari Menengah tingkat KPA maka ia memerlukan minimal: 1 tahun Seminari Menengah tingkat KPA, 1 tahun Seminari TOR dan 7 tahun Seminari Tinggi: totalnya 9 tahun.
Hukum Gereja memberikan kemungkinan bagi mereka yang mau menjadi imam sesudah mengikuti pendidikan akademis yang memadai untuk tidak mengikuti seluruh tuntutan pembinaan mulai dari Seminari Menengah KPA, TOR dan Seminari Tinggi. Uskup dapat memberi dispensasi -sesudah penyelidikan yang matang- untuk mengikuti pendidikan filsafat dan teologi saja, bahkan juga untuk tidak tinggal di seminari sebagaimana lazimnya.
Seminari Tahun Orientasi Rohani [TOR] adalah sebuah tempat pembinaan khusus benih-benih panggilan bagi mereka yang telah menamatkan Seminari Menengah tingkat SMU atau Seminari Menengah KPA, dan yang memilih menjadi calon imam diosesan atau imam praja. Selama setahun mereka mengalami pembinaan khusus di bidang kepribadian dan kerohanian sekaligus untuk lebih mengenal dan menghayati seluk beluk imam diosesan.
Seminari Tinggi adalah jenjang pembinaan terakhir dari para calon imam sesudah mereka mengikuti Seminari Tahun Orientasi Rohani. Biasanya pendidikan yang ditempuh di sini selama 6 tahun kuliah ditambah 1 tahun praktek Tahun Orientasi Pastoral.
Jadi berapa tahun dibutuhkan untuk menjadi imam?
Jika calon imam ini mulai masuk Seminari Menengah tingkat SMP, maka ia memerlukan: 3 tahun seminari menengah tingkat SMP, 3 tahun seminari menengah tingkat SMU, 1 tahun seminari TOR dan 7 tahun Seminari Tinggi: totalnya 14 tahun.
Jika calon imam ini mulai masuk Seminari Menengah tingkat SMU maka ia memerlukan: 4 tahun Seminari Menengah tingkat SMU, 1 tahun seminari TOR dan 7 tahun Seminari Tinggi: totalnya 12 tahun.
Jika calon imam ini mulai masuk Seminari Menengah tingkat KPA maka ia memerlukan minimal: 1 tahun Seminari Menengah tingkat KPA, 1 tahun Seminari TOR dan 7 tahun Seminari Tinggi: totalnya 9 tahun.
Hukum Gereja memberikan kemungkinan bagi mereka yang mau menjadi imam sesudah mengikuti pendidikan akademis yang memadai untuk tidak mengikuti seluruh tuntutan pembinaan mulai dari Seminari Menengah KPA, TOR dan Seminari Tinggi. Uskup dapat memberi dispensasi -sesudah penyelidikan yang matang- untuk mengikuti pendidikan filsafat dan teologi saja, bahkan juga untuk tidak tinggal di seminari sebagaimana lazimnya.
Secara umum materi yang diprogramkan pemerintah untuk setiap jenjang pendidikan harus dipelajari oleh para seminaris sesuai tingkat masing-masing, entah SMP, SMU, Perguruan Tinggi. Adapun materi binaan tambahan pada umumnya adalah: Pengetahuan Agama Katolik, Sejarah Gereja, Kitab Suci, Liturgi, Kepribadian, Etiket / Pergaulan, Psikologi Perkembangan, Public Speaking, tambahan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Latin dan bahasa pilihan lainnya, Musik / Kesenian Gereja, Kebudayaan, Pastoral, Katekese, Hidup Berkomunitas, Panggilan dan Motivasi, Bina Kepribadian, Bimbingan Rohani, dll.
Jadi di sela-sela mengikuti kurikulum pemerintah, para seminaris harus menyisihkan waktu untuk memenuhi kurikulum seminari.
Pendidikan di seminari semuanya diterapkan dengan disiplin yang prima, sekaligus tidak kaku dan mematikan, tetap menghormati hak asasi manusia, demokratis dan kristiani.
Seluruh pembinaan di Seminari tidak lepas dari 4 kerangka dasar ini yakni membantu peningkatan pemberdayaan dan kemampuan tiap seminaris dalam bidang: kemanusiaan / kepribadiannya, akademi / intelektualnya, kerohanian / spiritualitasnya dan kecakapan serta keterampilan berpastoral.
Jadi di sela-sela mengikuti kurikulum pemerintah, para seminaris harus menyisihkan waktu untuk memenuhi kurikulum seminari.
Pendidikan di seminari semuanya diterapkan dengan disiplin yang prima, sekaligus tidak kaku dan mematikan, tetap menghormati hak asasi manusia, demokratis dan kristiani.
Seluruh pembinaan di Seminari tidak lepas dari 4 kerangka dasar ini yakni membantu peningkatan pemberdayaan dan kemampuan tiap seminaris dalam bidang: kemanusiaan / kepribadiannya, akademi / intelektualnya, kerohanian / spiritualitasnya dan kecakapan serta keterampilan berpastoral.
Apa yang dilakukan Gereja untuk menjaring seminaris?
Pertama, jangan takut dan jangan bingung. Yesus memberi nasehat: berdoalah kepada yang empunya panenan. Maka, Gereja, lewat Komisi Seminari KWI, juga mestinya lewat setiap keuskupan, menghimbau umat untuk terus menerus berdoa bagi adanya benih panggilan imam. Yesus yang menyuruhnya dan Bapa akan mendengarkannya.
Kedua: Perlulah di tiap keuskupan ada gerakan atau komisi promosi panggilan sebagai Komisi Seminari atau Panggilan. Mereka perlu secara teratur, sistematis merencanakan pelbagai bentuk aksi panggilan dengan program yang menarik, materi yang up to date serta bahan yang menyentuh. Bersatulah para biarawan / biarawati dan para imam di keuskupan dan buatlah promosi panggilan bersama.
Ketiga: Perhatikanlah, dekatilah dan gerakkanlah sumber-sumber panggilan. Mulai dari keluarga-keluarga: orang tua harus berani menawarkan kepada anaknya keindahan dan kemuliaan mengikuti jejak Kristus sebagai imam. Sekolah-sekolah baik Katolik maupun non-Katolik adalah lumbung calon panggilan: mereka perlu mendengar tentang heroisme dan hidup penuh bakti para imam. Siapa yang akan menggemakannya di sekolah-sekolah mereka? Organisasi-organisasi anak-anak dan remaja seperti: misdinar, Sekami, Biak, Rekat, Bina Iman Remaja, Legio Mariae Yunior, ini semua adalah kantong-kantong panggilan yang perlu disapa.
Keempat: Anak dan remaja masa kini lebih banyak terfokus pada tokoh-tokoh atau figur-figur duniawi dengan kriteria penilaian bermotif uang, senang, kepuasan, popularitas, mudah dan murah. Gereja perlu menampilkan dan menawarkan figur-figur imam yang berbahagia dalam imamatnya: kesaksian dalam hidup miskin demi orang lain, keteladanan dalam hidup saleh dan kesucian moral, kebahagiaan dalam hidup penuh pengorbanan, sosial dan solider. Anak dan remaja membutuhkan contoh dan teladan dengan nilai-nilai yang mulia: pengurbanan, pemberian diri, pengabdian, kepentingan dan kesejahteraan orang lain.
Kelima: bangunlah persaudaraan dan persahabatan yang akrab dan personal dengan anak dan remaja. Biarlah mereka mengalami pribadi seorang imam, seorang yang terpanggil itu secara dekat dan jujur apa adanya. Rangkullah mereka dalam pelbagai kegiatan pastoral paroki yang cocok untu jiwa dan usia mereka.
Terakhir: berhentilah meminta pastor, mulailah memberikan calon imam. Mungkin dirimu sendiri, mungkin anakmu, keponakanmu, kenalanmu. Bantulah setiap upaya mendapatkan benih panggilan dan bantulah pengembangannya di seminari atas pelbagai cara: dengan dukungan doa, derma dan kesaksian serta ajakanmu.
Pertama, jangan takut dan jangan bingung. Yesus memberi nasehat: berdoalah kepada yang empunya panenan. Maka, Gereja, lewat Komisi Seminari KWI, juga mestinya lewat setiap keuskupan, menghimbau umat untuk terus menerus berdoa bagi adanya benih panggilan imam. Yesus yang menyuruhnya dan Bapa akan mendengarkannya.
Kedua: Perlulah di tiap keuskupan ada gerakan atau komisi promosi panggilan sebagai Komisi Seminari atau Panggilan. Mereka perlu secara teratur, sistematis merencanakan pelbagai bentuk aksi panggilan dengan program yang menarik, materi yang up to date serta bahan yang menyentuh. Bersatulah para biarawan / biarawati dan para imam di keuskupan dan buatlah promosi panggilan bersama.
Ketiga: Perhatikanlah, dekatilah dan gerakkanlah sumber-sumber panggilan. Mulai dari keluarga-keluarga: orang tua harus berani menawarkan kepada anaknya keindahan dan kemuliaan mengikuti jejak Kristus sebagai imam. Sekolah-sekolah baik Katolik maupun non-Katolik adalah lumbung calon panggilan: mereka perlu mendengar tentang heroisme dan hidup penuh bakti para imam. Siapa yang akan menggemakannya di sekolah-sekolah mereka? Organisasi-organisasi anak-anak dan remaja seperti: misdinar, Sekami, Biak, Rekat, Bina Iman Remaja, Legio Mariae Yunior, ini semua adalah kantong-kantong panggilan yang perlu disapa.
Keempat: Anak dan remaja masa kini lebih banyak terfokus pada tokoh-tokoh atau figur-figur duniawi dengan kriteria penilaian bermotif uang, senang, kepuasan, popularitas, mudah dan murah. Gereja perlu menampilkan dan menawarkan figur-figur imam yang berbahagia dalam imamatnya: kesaksian dalam hidup miskin demi orang lain, keteladanan dalam hidup saleh dan kesucian moral, kebahagiaan dalam hidup penuh pengorbanan, sosial dan solider. Anak dan remaja membutuhkan contoh dan teladan dengan nilai-nilai yang mulia: pengurbanan, pemberian diri, pengabdian, kepentingan dan kesejahteraan orang lain.
Kelima: bangunlah persaudaraan dan persahabatan yang akrab dan personal dengan anak dan remaja. Biarlah mereka mengalami pribadi seorang imam, seorang yang terpanggil itu secara dekat dan jujur apa adanya. Rangkullah mereka dalam pelbagai kegiatan pastoral paroki yang cocok untu jiwa dan usia mereka.
Terakhir: berhentilah meminta pastor, mulailah memberikan calon imam. Mungkin dirimu sendiri, mungkin anakmu, keponakanmu, kenalanmu. Bantulah setiap upaya mendapatkan benih panggilan dan bantulah pengembangannya di seminari atas pelbagai cara: dengan dukungan doa, derma dan kesaksian serta ajakanmu.
Sumber: http://yesaya.indocell.net/id766.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar