Isolasi Mandiri, Kontemplasi Dalam Rasa Sakit

Sudah 4 hari sejak dinyatakan positif, saya mencoba merenungkan penyakit ini sebagaimana kontemplasi yang saya pelajari di seminari. Memang sungguh sulit menjernihkan pikiran saat jiwa dan raga sedang sakit begini. Namun Tuhan takkan kehabisan cara untuk menunjukkan wajah-Nya kepada umat yang dikasihi-Nya. Dalam diam saya merenungkan sejenak kuasa-Nya yang tak terbatas. 

Jika Dia mau, saat ini pula dicabutnyalah nyawaku. Jika Dia berkehendak, dalam penyakit ini Dia menggiring aku dalam kuasa saudari maut. Tetapi karena belas kasih-Nya, diberi-Nya aku nafas kehidupan yang sempurna, yang bebas, walaupun tergesek oleh tenggorokan yang agak terasa gatal dan terbatuk karenanya. 

Aku percaya,  Tuhan Yesus ku adalah Maha Pengasih yang panjang sabar dan murah hati. Ia bukan malaikat pencabut nyawa yang tanpa belas kasih menentukan akhir hidup. Bahkan malaikat itu tunduk menyembah apabila Tuhan berkata padanya,"Belum saatnya." Maka, sang malaikat itu berlalu dan hidup kita dipelihara-Nya. 

Ia pengasih kepada orang berdosa yang dengan mengeluh menyesali perbuatannya.  Ia tidak pernah mengabaikan seruan minta tolong dari orang-orang yang tertindas. Dengan wajah yang penuh cahaya, Dia menolong setiap pendosa untuk memandang cahaya kasih-Nya dan bertobat dari dosa-dosanya. 

Inilah kasih yang kualami bersama-Nya, aku merasakan setiap hari bilur-bilur-Nya, bekas-bekas luka-Nya menjadi jaminan sakit penyakit-Ku. Sedikit demi sedikit aku memperoleh kesembuhan di dalam nama-Nya. Jika aku berdoa untuk kesembuhanku, aku bukanlah hamba yang layak. Namun aku berdoa dan berterima kasih atas segala kebaikan-Nya. Karena selama ini aku banyak meminta, dan dalam sakitku ini aku hanya bersyukur masih bisa memuji dan memuliakan nama-Nya yang Kudus. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar