Dalam Gereja Katolik universal yang dipimpin Paus, penggunaan lambang uskup merupakan lingkup pekerjaan Kongregasi Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen, yang tugas utamanya mengatur hal ikhwal liturgi Gereja. Berbagai aturan pernah dikeluarkan oleh Vatikan, mulai dari Konstitusi Apostolik Militantis Ecclesiae regimini (Innocentius X, 1644) sampai ke Motu Proprio Inter multiplices curas (Pius X, 1905) dan Instruksi Ut sive sollicite (Paulus VI, 1969). Sebenarnya, Gereja hanya mengurusi tradisi dan hirarki dan tidak membahas hal lambang keluarga yang masih digunakan beberapa klerus yang memiliki/mewarisinya-biasanya para klerus dari keturunan bangsawan. Di Inggris, adopsi lambang diatur oleh Kolegium Lambang dan mereka yang mendaftarkan lambangnya harus membayar retribusi. Di Austria dan beberapa negara lain pun ada aturan serupa.
Karena ketidaktahuan, desain lambang uskup Gereja Katolik Romawi banyak kali menyimpang dari norma dan kebiasaan desain lambang secara umum ataupun sekedar pilihan yang kurang baik atau tidak indah. Untuk mengatasi hal ini, dalam masa pontifikasi Paus Pius X, uskup-uskup baru di Italia diminta untuk mencari advis dari Collegio Araldico, yang telah didirikan tahun 1853 dalam masa pontifikasi Paus Pius IX dan sampai sekarang masih ada sebagai suatu akademi privat. Hal mendesain lambang memang tidak semudah mendesain logo perusahaan di zaman modern. Aturan tertulis dan tidak tertulis serta tradisinya sangat banyak dan orang yang mengerti tentangnya sangat sedikit. Satu contoh, hal pewarnaan lambang, sejatinya hanya digunakan beberapa warna ini: warna metal: emas/kuning dan perak/putih; warna lain: merah, biru, hijau, ungu (jarang), dan hitam. Aturan dasarnya, metal tidak pernah diletakkan di atas metal dan warna tidak pernah diletakkan di atas warna. Alasannya sederhana sekali, supaya kontras dan dapat terlihat dari jarak jauh.
Berikut ini kami utarakan makna-makna dari lambang Uskup Sintang Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap:
1. Bentuk utama lambang Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap adalah perisai yang dibagi menjadi tiga bagian, satu bagian atas dan dua bagian bawah, kiri dan kanan. Meneruskan tradisi Fransiskan, sebagai seorang Kapusin, beliau memasukkan elemen-elemen tersebut ke dalamnya.
Bagian atas berlatar belakang putih, simbol kesucian terdiri dari dua tangan, yaitu tangan Yesus dengan luka paku salib yang dipadukan dengan tangan santo Fransiskus dari Assisi, dengan luka stigmata, anugerah Yesus pada telapaknya.
2. Bagian belakang, terdapat salib kecil yang terbuat dari kayu, yang bermakna dalam kerapuhan siap untuk memanggul salib.
3. Bagian bawah kiri, berlatar belakang keemasan simbol kemuliaan, adalah burung enggang badak, salah satu burung khas Kalimantan Barat. Burung ini melambangkan asal-usul dan tempat beliau dibesarkan dan mengabdi.
4. Bagian bawah-kanan, berlatar belakang biru, lambang surga dan keabadian, ada mahkota ratu berwarna keemasan, lambang Bunda Maria, Ratu para Malaikat, pelindung Ordo Kapusin Provinsi Pontianak, dengan tiga sayap malaikat.
5. Ada galero (topi) berwarna hijau di atas perisai dengan enam jumbai pada masing-masing sisinya. Warna dan jumlah jumbai merupakan ciri dari Uskup Sufragan.
6. Di belakang-tengah perisai ada sebuah salib pancang berwarna kuning keemasan, adalah salib pastoral atau salib kegembalaan, ciri khas seorang Uskup.
7. Di bawah perisai terdapat pita keemasan, yang bertuliskan moto kegembalaan beliau, yaitu Non ego sed Christus in me – bukan aku melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. (Gal. 2:20)
Semoga lambang Uskup Sintang tersebut dapat menjadi cermin dan model kegembalaan yang akan diterapkan di Keuskupan Sintang. Filosopi yang terkandung di dalamnya merupakan ciri khas yang tidak berbeda jauh dengan apa yang telah diterapkan oleh Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap selama menjalani imamatnya sebagai imam. Melalui lambang keuskupan Sintang ini, beliau ingin menegaskan kembali bahwa pengembalaannya bagi Keuskupan Sintang akan dilaksanakan dengan totalitas, kerja keras dan kerendahhatiannya sebagai gembala yang setia kepada Kristus sebagaimana moto kegembalaannya, bukan aku melainkan Kristus yang hidup dalam aku. (Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS)
Karena ketidaktahuan, desain lambang uskup Gereja Katolik Romawi banyak kali menyimpang dari norma dan kebiasaan desain lambang secara umum ataupun sekedar pilihan yang kurang baik atau tidak indah. Untuk mengatasi hal ini, dalam masa pontifikasi Paus Pius X, uskup-uskup baru di Italia diminta untuk mencari advis dari Collegio Araldico, yang telah didirikan tahun 1853 dalam masa pontifikasi Paus Pius IX dan sampai sekarang masih ada sebagai suatu akademi privat. Hal mendesain lambang memang tidak semudah mendesain logo perusahaan di zaman modern. Aturan tertulis dan tidak tertulis serta tradisinya sangat banyak dan orang yang mengerti tentangnya sangat sedikit. Satu contoh, hal pewarnaan lambang, sejatinya hanya digunakan beberapa warna ini: warna metal: emas/kuning dan perak/putih; warna lain: merah, biru, hijau, ungu (jarang), dan hitam. Aturan dasarnya, metal tidak pernah diletakkan di atas metal dan warna tidak pernah diletakkan di atas warna. Alasannya sederhana sekali, supaya kontras dan dapat terlihat dari jarak jauh.
Berikut ini kami utarakan makna-makna dari lambang Uskup Sintang Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap:
1. Bentuk utama lambang Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap adalah perisai yang dibagi menjadi tiga bagian, satu bagian atas dan dua bagian bawah, kiri dan kanan. Meneruskan tradisi Fransiskan, sebagai seorang Kapusin, beliau memasukkan elemen-elemen tersebut ke dalamnya.
Bagian atas berlatar belakang putih, simbol kesucian terdiri dari dua tangan, yaitu tangan Yesus dengan luka paku salib yang dipadukan dengan tangan santo Fransiskus dari Assisi, dengan luka stigmata, anugerah Yesus pada telapaknya.
2. Bagian belakang, terdapat salib kecil yang terbuat dari kayu, yang bermakna dalam kerapuhan siap untuk memanggul salib.
3. Bagian bawah kiri, berlatar belakang keemasan simbol kemuliaan, adalah burung enggang badak, salah satu burung khas Kalimantan Barat. Burung ini melambangkan asal-usul dan tempat beliau dibesarkan dan mengabdi.
4. Bagian bawah-kanan, berlatar belakang biru, lambang surga dan keabadian, ada mahkota ratu berwarna keemasan, lambang Bunda Maria, Ratu para Malaikat, pelindung Ordo Kapusin Provinsi Pontianak, dengan tiga sayap malaikat.
5. Ada galero (topi) berwarna hijau di atas perisai dengan enam jumbai pada masing-masing sisinya. Warna dan jumlah jumbai merupakan ciri dari Uskup Sufragan.
6. Di belakang-tengah perisai ada sebuah salib pancang berwarna kuning keemasan, adalah salib pastoral atau salib kegembalaan, ciri khas seorang Uskup.
7. Di bawah perisai terdapat pita keemasan, yang bertuliskan moto kegembalaan beliau, yaitu Non ego sed Christus in me – bukan aku melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. (Gal. 2:20)
Semoga lambang Uskup Sintang tersebut dapat menjadi cermin dan model kegembalaan yang akan diterapkan di Keuskupan Sintang. Filosopi yang terkandung di dalamnya merupakan ciri khas yang tidak berbeda jauh dengan apa yang telah diterapkan oleh Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap selama menjalani imamatnya sebagai imam. Melalui lambang keuskupan Sintang ini, beliau ingin menegaskan kembali bahwa pengembalaannya bagi Keuskupan Sintang akan dilaksanakan dengan totalitas, kerja keras dan kerendahhatiannya sebagai gembala yang setia kepada Kristus sebagaimana moto kegembalaannya, bukan aku melainkan Kristus yang hidup dalam aku. (Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS)