TABLO KISAH SENGSARA YESUS DI GEREJA MRPD

Pada hari Jumat bertepatan dengan hari Jumat Agung seluruh umat Katolik mengenangkan wafat dan sengsara Kristus. Dari yang muda sampai yang tua, ikut serta dalam upacara sakral menghormati sekaligus mengingat kembali karya Keselamatan Allah melalui Kristus yang harus wafat demi menanggung dosa-dosa manusia. Akibat pemberontakan manusia di masa silam, manusia memisahkan dari kasih Allah. Dosa awal yang diakibatkan oleh Adam, menyebabkan ia dan keturunannya harus menanggung upahnya yakni maut. Namun melalui Kristus, Adam yang baru, Allah menepati janjinya dengan memberikan seorang penebus yang mulia, dari Allah sendiri. Dalam teks lagu excultet dapat kita lihat liriknya; betapa menguntungkan dosa karena melahirkan penebus yang semulia itu. Yesus Kristus lahir untuk memberikan nyawa-Nya agar ia mendapatinya kembali. Yesus yang adalah Tuhan, jalan kebenaran dan hidup, pada Jumat Agung kita kenangkan wafat-Nya di kayu salib.

Sudah menjadi tradisi apabila gereja mengadakan tablo untuk menggambarkan secara realistis kisah sengsara Kristus yang wafat di kayu salib. Pemeran tablo dapat dilakukan baik usia muda bahkan dewasa. Yang diperlukan adalah penghayatan dalam memerankan tokoh serta mengajak orang-orang untuk merasakan suasana sakral di mana Kristus sungguh hadir melalui adegan yang diperankan oleh seorang aktor. Tidak hanya itu, peran dari berbagai tokoh lainnya seperti Bunda Maria, Santo Yohanes murid Kristus, Simon Petrus, Maria Magdalena, Simon dari Kirene, Veronica, para Imam Kepala dan Farisi, perempuan-perempuan Yerusalem, orang-orang Yahudi, prajurit Roma, Pontius Pilatus, Kayafas, Herodes hingga Yusuf dari Arimatea merupakan bagian-bagian penting yang membawa kita pada suasana hidup di masa penyaliban Kristus. Hal yang sangat miris, ketika seseorang yang sebenarnya adalah sosok yang baik, harus dikhianati, dihukum layaknya seorang penjahat, ditukar dengan seorang penjahat kelas kakap, diludahi, disiksa, dicambuk belum lagi kekerasan psikis yang dilontarkan oleh orang-orang Yahudi yang sebelumnya mengelu-elukannya sebagai raja dan mereka juga yang menyerahkan Dia pada salib-Nya. Potret yang tidak asing untuk zaman kita sekarang, yang kerap kali menyalibkan sesama melalui tingkah laku kita, sikap, perbuatan serta pikiran kita. Melalui Tablo Kisah Sengsara Tuhan Yesus, kita mau menyadari bahwa Tuhan sangat baik terhadap kita. Sehingga dosa asal yang awalnya menjerumuskan kita ke dalam maut, diperbarui oleh Kristus yang menyatukan kembali hubungan Allah dengan manusia.
 Tablo Kisah Sengsara di Gereja Maria Ratu Pencinta Damai terbilang sangat sukses karena mampu membawa umat untuk merenungi kebaikan Allah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Pada hari Jumat Agung (14 April 2017), para umat MRPD berkumpul untuk menyaksikan Tablo Kisah Sengsara Tuhan Yesus yang diperankan oleh Orang Muda Katolik (OMK) Sto. Paskalis, Paroki MRPD. Dari doa pembukaan yang diawali dengan tanda kemenangan dipimpin oleh RD John Rustam, Pastor Paroki MRPD. Narator selanjutnya membacakan puisi pembuka yang diiringi oleh musik yang terdengar cukup menyedihkan untuk membawa suasana menjadi lebih hidup. Dari awal, proses penyesahan, penyaliban hingga wafat-Nya Kristus diperankan sangat baik oleh para pemuda-pemudi MRPD sehingga tidak sedikit umat meneteskan air mata menyaksikan bayangan sejarah yang diimpelentasikan ke dalam bentuk real.

 Instrumen musik dibunyikan, maka selanjutnya para tokoh Kisah Sengsara Kristus beranjak keluar dan cerita pun dimulai. Teriakan orang-orang Yahudi yang terus menerus mendesak untuk menghukum mati Yesus. Begitu bertolak dengan sikap Bunda Maria Ibu Yesus, Maria Magdalena dan Sto. Yohanes murid Yesus yang tak kuasa menghadapi tuntutan orang-orang Yahudi. Ia diseret kemudian dihadapkan kepada Pontius Pilatus. Selanjutnya Imam Farisi melakukan dialog terhadap Gubernur Roma di masa itu, ia tidak lain dan tidak bukan adalah Pontius Pilatus. Terjadi dialog antara Pilatus dan Kristus, namun Pilatus tidak menemukan sama sekali kesalahan Sang Almasih ini. Akhirnya ia dalam kebimbangannya menyerahkan Yesus kepada orang Farisi untuk disalibkan. Namun mirisnya, sebelum ia diserahkan kepada orang Yahudi, Pilatus berkali-kali berusaha menyelamatkan Kristus dari hukuman mati dengan mencoba menukarkan Yesus dengan seorang pemberontak dan pembunuh terkenal yang bernama Barabas. Oleh hasutan Imam Farisi, Barabas dipilih rakyat Yahudi sedangkan Kristus didesak untuk mati disalib. “Aku menyerahkan Dia kepada kamu, tetapi ingat bahwa Aku tidak bersalah atas darah orang ini,” demikian Pilatus menyerahkan Kristus ke tangan orang-orang Yahudi. Sebelum disalibkan, Kristus disesah pada tiang hukuman. Ia dipukul dengan keji oleh para algojo dari berbagai arah. Jeritan kesakitan tidak dihiraukan, malah semakin Yesus berteriak, mereka semakin bergairah untuk menghajarnya lebih keras lagi. Dari berbagai alat sesahan, sampailah Ia pada hukum cambuk yang membuat sekujur tubuh-Nya penuh darah. Sungguh, betapa perih dan pedih yang dirasakan oleh Kristus. Tampak dari umat sangat geram, bahkan ada yang menangis dan menutup mata ketika Kristus dicambuk.

Usai disesah dan dicambuk, Yesuspun memikul salib-Nya. Jubah ungu dan mahkota duri dipasangkan kepada-Nya. Salib berat yang besar dibawa-Nya, terseret, tertatih-tatih sementara orang-orang Yahudi terus menerus melontarkan kata-kata hinaan kepada-Nya. Sembari memikul salib, cambukan di tubuh tiada hentinya menghujani. Seakan tak cukuplah penderitaan yang dirasakan-Nya. Di tengah penderitaan itu, muncul tokoh yang dapat dikatakan sebagai sosok yang baik di antara konspirasi busuk yang terjadi. Simon dari Kirene dipaksa oleh para Prajurit untuk memikul salib-Nya. Berkali-kali Kristus harus terjadi, darah di tubuh-Nya bercampur dengan debu dan bebatuan. Tidak dapat dibayangkan betapa ngeri dan perih luka itu saat bersentuhan dengan pakaian-Nya. Muncul lagi Veronica, seorang perempuan yang sangat baik menerobos keramaian dan mencoba mengusap wajah Yesus. Karena belas kasih, ia memberi Yesus air minum namun ditendang oleh salah seorang prajurit Roma. Penderitaan Kristus masih panjang, kisah sengsara-Nya ia lanjutkan seolah ketaatan yang luar biasa para rencana Allah yang Baik. Karena kebaikan Veronica, ia mendapatkan wajah Kristus pada kain kerudung yang ia usapkan di muka Yesus yang berdarah. Dalam kejatuhan, Kristus bangkit, dalam tertatih-Nya, Ia melanjutkan apa yang telah Ia mulai.

Sesampainya di bukit Golgota atau gunung Tengkorak, Kristus sampai pada puncak penderitaan-Nya. Tidak sampai di situ saja, ia harus ditelanjangi di depan keramaian. Pakaian-Nya yang berupa jubah utuh, juga diundi oleh para prajurit dan dilepaskan dari tubuh-Nya yang penuh luka itu. Dengan kasar Yesus direbahkan, inilah sengsara fisik yang tak luar biasa. Tangan kiri dan kanannya direntangkan, untuk dipaku kepada kayu salib yang telah dipikul-Nya. Bunyi palu yang menghujamkan paku ke tangannya membuat orang banyak merasa ngilu sekaligus ngeri. Belum lagi bagian kaki yang ditimpa menjadi satu untuk kemudian dipaku pada palang salib bagian bawah. Di atas salib-Nya tertulis “Inilah Raja Orang Yahudi”. Ketika melihat tulisan itu, Imam Farisi protes sebab yang mengatakan itu bukan orang Yahudi melainkan Yesus sendiri. Namun tetap pada ketetapannya, Pilatus mengatakan bahwa apa yang telah ditulisnya tetap akan tertulis. Setelah tubuh kedua tangan dan kaki-Nya dipaku di salib, tiang palang Salib tersebut ditegakkan dengan menggunakan tali dari kiri dan kanan sementara pasukan menopang salib tersebut. Yesus telah disalibkan, tangan-Nya terentang antara langit dan bumi. Ia tidak lagi elok dan tampan, sebagaimana Nabi Yesaya mengatakan tentang penderitaan Mesias ini. Semua orang menganggap Yesus sebagai penjahat dan pemberontak sama seperti kedua orang yang bersama-sama Dia disalibkan juga. Namun seorang penjahat berseru kepada Kristus,” Aku telah berdosa, dan inilah hukumanku. Kau berhak untuk mengutukku. Ingatlah aku saat kau memasuki kerajaan surga.”. Yesus kemudian menjawabnya,” Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, hari ini juga kamu akan bersama Aku dalam kerajaan surga.” Jawaban Kristus kepada penjahat yang disalibka bersama-Nya ini adalah sebuah bukti bahwa betapa kasih-Nya sangat besar kepada kita, orang-orang berdosa. Selanjutnya tampak Maria Ibu Yesus, Maria Magdalena, dan Yohanes mendekati salib Kristus. Dalam suasana haru dan derita-Nya ia menyerahkan ibu-Nya kepada murid-Nya. Seperti saat ini, kita telah menerima Bunda Maria sebagai ibu kita. Dalam penderitaan-Nya, Kristus merasa haus. Kemudian salah seorang prajurit mengambil sebuah bunga karang dan dicucukkan ke tombaknya serta mencelupkkannya ke dalam air anggur asam. Setelah itu Yesus mengecapnya.

Tibalah dalam sakratul maut, Kristus menyerukan seluruh hidup-Nya ke tangan Bapa. Dalam kelemahan-Nya sebagai manusia, Ia berseru kepada Bapa,”Eloi, Eloi, Lama Sabhaktani” yang berarti Allah-ku ya Allah-ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku. Akan tetapi dalam kekuatan-Nya, ia mampu menyerahkan diri-Nya dalam naungan Allah,”Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawa-Ku”. Demikianlah Kristus wafat dan menghembuskan nafas-Nya yang terakhir. Selanjutnya terjadilah gempa bumi yang menyebabkan Kenisah terbelah menjadi dua. Orang-orang di sana menjadi ketakutan dan para prajurit segera diperintahkan untuk mematahkan kaki mereka yang tersalib, karena menjelang pesta Paskah tidak boleh ada satupun mayat yang tergantung di salib. Penjahat yang disalib bersama Kristus dipatahkan kakinya. Namun saat mendekati jenazah Yesus, seorang prajurit yang hendak mematahkan kakinya mengatakan bahwa Dia telah mati. Untuk memastikannya, prajurit itu menikam lambung-Nya dengan ujung tombak, dan segera keluarlah darah bercampur air. Prajurit tersebut mengakui Kristus dengan penuh iman seraya berlutut di bawah salib-Nya bahwa Yesus sungguh adalah Putera Allah.

Inilah realitas hidup manusia, ketika kebenaran berdiri dan iblis berusaha untuk menutup mata banyak orang. Seharusnya dalam kehidupan modern yang menuntut untuk semakin lebih peduli dan simpati kepada mereka yang menderita, akan tetapi tak sedikit yang malah menambah penderitaan orang lain. Menghina, mencemooh, menyiksa bahkan menuduhkan tuduhan palsu yang menjerumuskan orang ke dalam hukuman adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi. Senada dengan tema Paskah di Gereja MRPD “Membangun Keluarga Kristiani Berdasarkan Nilai Rumah Panjang Yang Injili Menuju Keutuhan Ciptaan-Nya”, umat diajak untuk membangun nilai kekeluargaan di antara mereka. Keluarga yang menjadi dasar segalanya diajak menjadi pewarta kebenaran yang pertama. Keluarga yang menjadi gereja kecil, menjadi sumber tumbuhnya iman dan kelak menjadi penegak kebenaran sejati. Sehingga tak ada lagi masalah-masalah kehidupan yang tak terselesaikan akibat ketidakpedulian. Tetapi sebaliknya, realitas hidup seorang Katolik membawa kebenaran dalam hidup-Nya. Berkaca dari kisah sengsara Kristus, Yesus Tuhan kita adalah Tuhan dan Guru. Jika kita adalah murid-Nya, maka kita hendak-Nya menjadi sama seperti Kristus yang ada di dalam Bapa, di mana Bapa adalah sempurna adanya. Dengan menghayati Kisah Sengsara Kristus, semoga mata hati kita semakin terbuka pada setiap permasalahan hidup di sekitar kita.

Semoga kegiatan tablo Kisah Sengsara Kristus yang dibawakan oleh OMK Sto. Paskalis mengetuk hati para umat MRPD dalam menghayati sengsara Kristus sebagai jalan yang harus ditempuh untuk menyelamatkan umat manusia. Sebagaimana Abraham tidak menolak Allah untuk menjadikan anaknya sebagai korban bakaran, demikian pula Allah memberikan Putera-Nya yang tunggal agar umat manusia tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal. Begitu pula kita, tidak menolak untuk menjadi saksi-saksi Kristus di tengah dunia serta menyerahkan milik kita yang paling berharga entah itu waktu, tenaga, moril maupun materil untuk sesama kita dan segala ciptaan. (Fransesco Agnes Ranubaya,OFS)